Sabtu, 23 Juni 2012

MEMBENTUK KESANTUNAN BERBAHASA PADA MAHASISWA MELALUI MATA KULIAH BAHASA INDONESIA


1. Pendahuluan
            Kurang lebih dua belas tahun belajar bahasa Indonesia di bangku sekolah, agaknya anak belum bisa dikatakan memiliki keterampilan berbahasa Indonesia yang baik. Hal ini dibuktikan dengan kurang terampilnya penggunaan bahasa Indonesia baik dalam penuturan maupun penulisan ketika anak sudah duduk di bangku kuliah.  Penuturan yang dimaksudkan di sini adalah bagaimana anak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika sedang berbicara dengan lawan bicaranya, sedangkan penulisan adalah bagaimana anak menerjemahkan pikirannya ke dalam tulisan berbahasa Indonesia. Padahal menurut Badudu (1992: 8), bahasa Indonesia dalah bahasa pengantar di sekolah sekolah di seluruh Indonesia. 
            Semenjak menduduki bangku Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, anak selalu disibukkan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia yang bersifat teoritis dengan praktek yang minim, sehingga hal ini menimbulkan kejenuhan tersendiri. Implikasi penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari pun dirasa kurang. Hal seperti ini berimbas pada penggunaan bahasa Indonesia ketika seseorang berada di  perguruan tinggi. 

2. Kesantunan Berbahasa Indonesia
            Menurut KBBI, kesantunan berasal dari kata dasar “santun” yang artinya baik atau halus.  Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang terkenal dengan kesantunannya, karena banyak sekali menggunakan pilihan kata yang menyampaikan maksud secara tidak langsung dengan tujuan memeperhalus perkataan di hadapan mitra tutur. Kesantunan berbahasa seperti ini merupakan ciri khas orang Indonesia yang memiliki budi pekerti yang halus dan menghargai orang lain.
            Pemakaian bahasa Indonesia yang santun akan mencerminkan kepribadian. Semakin baik seseorang menggunakan pilihan kata, ungkapan, struktur kalimat dan intonasi yang ketika sedang berkomunikasi, maka semakin baik pula kepribadiannya, begitu pula sebaliknya.   Pemakaian bahasa Indonesia yang santun dapat diidentifikasi ketika (1) penutur  berbicara wajar dengan akal sehat, (2) penutur  mengedepankan pokok masalah yang diungkapkan, (3) penutur selalu berprasangka baik kepada mitra tutur, (4) penutur terbuka dan menyampaikan kritik secara umum, dan  (5) penutur mampu membedakan situasi bercanda dengan situasi serius.
             Kesantunan berbahasa dapat disampaikan secara verbal  seperti perkataan ”tolong” pada waktu menyuruh orang lain, ucapan ”terima kasih” setelah orang lain melakukan tindakan seperti yang diinginkan oleh penutur,  penyebutan kata ”bapak, Ibu” dari pada kata ”Anda”, penyebutan kata ”beliau” dari pada kita ”dia” untuk orang yang lebih dihormati, pergunakan kata ”minta maaf” untuk ucapan yang dimungkinkan dapat merugikan mitra tutur.  Kesantunan seperti ini dapat terbentuk dari lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial lainnya.  Apabila lingkungannya tersebut memiliki kebiasaan berbahasa yang santun, maka akan memungkinkan seseorang turut terbiasa berbahasa santun.  Namun sebaliknya, apabila lingkungan sekitar tidak memiliki kebiasaan berbahasa yang santun maka dapat memungkinkan pula seseorang tidak mampu berbahasa santun.

3.  Penggunaan Kesantunan Bahasa di Lingkungan Mahasiswa
            Mahasiswa di perguruan tingggi dikatakan sebagai pelajar di ranah tertinggi pendidikan.  Tentunya sebagai pelajar  tertinggi, mahasiswa harus bisa bersikap berbeda dengan orang-orang yang masih mengenyam pendidikan yang tingkatannya berada di bawah perguruan tinggi.  Sikap berbeda itu salah satunya adalah dengan kedewasaan menyikapi segala hal termasuk ketika berkomunikasi.
            Bahasa yang dipakai dalam lingkungan perguruan tinggi tentunya berbeda dengan lingkungan yang berada di luar. Keasantunan berbahasa sangat diutamakan karena perguruan tinggi merupakan salah satu tempat interaksi sosial orang-orang berpendidikan.  Sebagai orang yang berpendidikan tinggi, mahasiswa harus menguasai kesantunan dalam berbahasa.  Namun alangkah disayangkan, masih banyak mahasiswa yang kurang santun ketika berbicara.  Kekurangsantunan itu dapat berupa ketika (1) penutur menyampaikan kritik secara langsung, (2) penutur didorong rasa emosi ketika bertutur, (3) penutur protektif terhadap pendapatnya, dan (4) penutur sengaja ingin memojokkan mitra tutur dalam bertutur.  Padahal hal-hal seperti ini dapat berakibat fatal apabila sedang terjadi komunikasi, terlebih komunikasi yang dilakukan dengan mitra tutur yang merupakan orang-orang besar.

4.  Membentuk Kesantunan Berbahasa Pada Mahasiswa Melalui Mata Kuliah Bahasa
     Indonesia
            Di perguruan tinggi, bahasa Indonesia menjadi mata kuliah wajib.  Secara umum, alasan diwajibkannya mata kuliah ini antara lain : (1) mahasiswa merupakan komponen bangsa yang wajib mempelajari dan mengembangkan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional dari bangsa Indonesia, (2) sebagai alat pengembangan kepribadian oleh setiap mahasiswa, agar mahasiswa dapat memahami konsep penulisan ilmiah dan mampu menerapkan dalam penulisan karya ilmiahnya,dan (3) sebagai alat komunikasi yang sekaligus dapat mengembangkan kecerdasan, karakter dan kepribadiannya.
            Dalam artikel ini, penulis menyoroti alasan terakhir dari ketiga alasan di atas. Mengingat kurangnya pemahaman  pemakaian bahasa Indonesia dalam tindak tindak tutur sebagai alat komunikasi sosial, maka adanya mata kuliah bahasa Indonesia di perguruan tinggi diharapkan dapat menjembatani mahasiswa untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga kesantunan tetap terjaga. Namun, pengajarannya jangan lagi hanya bersifat teoritis dan sama persis dengan yang ada di sekolah-sekolah sebelumnya.  Tingkatan pemahaman ke arah aplikasi berbicara atau berkomunikasi harus lebih ditinjolkan.
            Sangat  disayangkan apabila masih terdapat mahasiswa yang tidak berbahasa Indonesia secara santun seperti menggunakan piihan kata yang kasar, tidak senonoh, dan lain sebagainya. Ini  dikarenakan hal itu dapat mencoreng citra perguruan tinggi sebagai tempat orang-orang mengenanym pendidikan tinggi.
           
5.  Kesimpulan
a)      Kesantunan berbahasa (bahasa Indonesia khususnya) mencerminkan kepribadian penuturnya.
b)      Masih kurangnya kesantunan berbahasa di kalangan mahasiswa
c)      Adanya Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib sedikit banyak bisa mengurangi kekurangsantunan mahasiswa dalam bertutur.

Daftar Pustaka
Badudu, J.S. 1992. Cakrawala Bahasa Indonesia II. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Avina. 2011. “Materi Mata Kuliah Bahasa Indonesia”. (online)                    
Pondok Bahasa. 2008. “Kesantunan Berbahasa Indonesia sebagai Pembentuk Kepribadian
berbahasa-indonesia-sebagai-pembentuk-kepribadian-bangsa/. Diakses (6 Juni
2012).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar