1. Pendahuluan
Kurang
lebih dua belas tahun belajar bahasa Indonesia di bangku sekolah, agaknya anak
belum bisa dikatakan memiliki keterampilan berbahasa Indonesia yang baik. Hal
ini dibuktikan dengan kurang terampilnya penggunaan bahasa Indonesia baik dalam
penuturan maupun penulisan ketika anak sudah duduk di bangku kuliah. Penuturan yang dimaksudkan di sini adalah
bagaimana anak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika sedang
berbicara dengan lawan bicaranya, sedangkan penulisan adalah bagaimana anak
menerjemahkan pikirannya ke dalam tulisan berbahasa Indonesia. Padahal menurut
Badudu (1992: 8), bahasa Indonesia dalah bahasa pengantar di sekolah sekolah di
seluruh Indonesia.
Semenjak
menduduki bangku Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, anak selalu
disibukkan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia yang bersifat teoritis dengan
praktek yang minim, sehingga hal ini menimbulkan kejenuhan tersendiri.
Implikasi penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari pun dirasa kurang. Hal
seperti ini berimbas pada penggunaan bahasa Indonesia ketika seseorang berada
di perguruan tinggi.
2. Kesantunan
Berbahasa Indonesia
Menurut
KBBI, kesantunan berasal dari kata dasar “santun” yang artinya baik atau
halus. Bahasa Indonesia merupakan bahasa
yang terkenal dengan kesantunannya, karena banyak sekali menggunakan pilihan
kata yang menyampaikan maksud secara tidak langsung dengan tujuan memeperhalus
perkataan di hadapan mitra tutur. Kesantunan berbahasa seperti ini merupakan
ciri khas orang Indonesia yang memiliki budi pekerti yang halus dan menghargai
orang lain.
Pemakaian
bahasa Indonesia yang santun akan mencerminkan kepribadian. Semakin baik
seseorang menggunakan pilihan kata, ungkapan, struktur kalimat dan intonasi
yang ketika sedang berkomunikasi, maka semakin baik pula kepribadiannya, begitu
pula sebaliknya. Pemakaian bahasa
Indonesia yang santun dapat diidentifikasi ketika (1) penutur berbicara wajar dengan akal sehat, (2)
penutur mengedepankan pokok masalah yang
diungkapkan, (3) penutur selalu berprasangka baik kepada mitra tutur, (4)
penutur terbuka dan menyampaikan kritik secara umum, dan (5) penutur mampu membedakan situasi bercanda
dengan situasi serius.
Kesantunan berbahasa dapat disampaikan secara verbal
seperti perkataan ”tolong” pada waktu
menyuruh orang lain, ucapan ”terima kasih” setelah orang lain melakukan
tindakan seperti yang diinginkan oleh penutur, penyebutan kata ”bapak, Ibu” dari pada kata
”Anda”, penyebutan kata ”beliau” dari pada kita ”dia” untuk orang yang lebih dihormati,
pergunakan kata ”minta maaf” untuk ucapan yang dimungkinkan dapat merugikan
mitra tutur. Kesantunan seperti ini
dapat terbentuk dari lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial
lainnya. Apabila lingkungannya tersebut
memiliki kebiasaan berbahasa yang santun, maka akan memungkinkan seseorang
turut terbiasa berbahasa santun. Namun
sebaliknya, apabila lingkungan sekitar tidak memiliki kebiasaan berbahasa yang
santun maka dapat memungkinkan pula seseorang tidak mampu berbahasa santun.
3. Penggunaan Kesantunan Bahasa di Lingkungan
Mahasiswa
Mahasiswa
di perguruan tingggi dikatakan sebagai pelajar di ranah tertinggi pendidikan. Tentunya sebagai pelajar tertinggi, mahasiswa harus bisa bersikap
berbeda dengan orang-orang yang masih mengenyam pendidikan yang tingkatannya
berada di bawah perguruan tinggi. Sikap
berbeda itu salah satunya adalah dengan kedewasaan menyikapi segala hal
termasuk ketika berkomunikasi.
Bahasa
yang dipakai dalam lingkungan perguruan tinggi tentunya berbeda dengan lingkungan
yang berada di luar. Keasantunan berbahasa sangat diutamakan karena perguruan
tinggi merupakan salah satu tempat interaksi sosial orang-orang
berpendidikan. Sebagai orang yang
berpendidikan tinggi, mahasiswa harus menguasai kesantunan dalam
berbahasa. Namun alangkah disayangkan,
masih banyak mahasiswa yang kurang santun ketika berbicara. Kekurangsantunan itu dapat berupa ketika (1) penutur
menyampaikan kritik secara langsung, (2) penutur didorong rasa emosi ketika
bertutur, (3) penutur protektif terhadap pendapatnya, dan (4) penutur sengaja
ingin memojokkan mitra tutur dalam bertutur.
Padahal hal-hal seperti ini dapat berakibat fatal apabila sedang terjadi
komunikasi, terlebih komunikasi yang dilakukan dengan mitra tutur yang
merupakan orang-orang besar.
4. Membentuk
Kesantunan Berbahasa Pada Mahasiswa Melalui Mata Kuliah Bahasa
Indonesia
Di
perguruan tinggi, bahasa Indonesia menjadi mata kuliah wajib. Secara umum, alasan diwajibkannya mata kuliah
ini antara lain : (1) mahasiswa merupakan komponen bangsa yang wajib
mempelajari dan mengembangkan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional
dari bangsa Indonesia, (2) sebagai alat pengembangan kepribadian oleh setiap
mahasiswa, agar mahasiswa dapat memahami konsep penulisan ilmiah dan mampu
menerapkan dalam penulisan karya ilmiahnya,dan (3) sebagai alat komunikasi yang
sekaligus dapat mengembangkan kecerdasan, karakter dan kepribadiannya.
Dalam
artikel ini, penulis menyoroti alasan terakhir dari ketiga alasan di atas. Mengingat
kurangnya pemahaman pemakaian bahasa
Indonesia dalam tindak tindak tutur sebagai alat komunikasi sosial, maka adanya
mata kuliah bahasa Indonesia di perguruan tinggi diharapkan dapat menjembatani
mahasiswa untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga
kesantunan tetap terjaga. Namun, pengajarannya jangan lagi hanya bersifat
teoritis dan sama persis dengan yang ada di sekolah-sekolah sebelumnya. Tingkatan pemahaman ke arah aplikasi
berbicara atau berkomunikasi harus lebih ditinjolkan.
Sangat disayangkan apabila masih terdapat mahasiswa
yang tidak berbahasa Indonesia secara santun seperti menggunakan piihan kata
yang kasar, tidak senonoh, dan lain sebagainya. Ini dikarenakan hal itu dapat mencoreng citra
perguruan tinggi sebagai tempat orang-orang mengenanym pendidikan tinggi.
5. Kesimpulan
a)
Kesantunan
berbahasa (bahasa Indonesia khususnya) mencerminkan kepribadian penuturnya.
b)
Masih kurangnya kesantunan
berbahasa di kalangan mahasiswa
c)
Adanya Bahasa
Indonesia sebagai mata kuliah wajib sedikit banyak bisa mengurangi
kekurangsantunan mahasiswa dalam bertutur.
Daftar Pustaka
Badudu, J.S. 1992. Cakrawala Bahasa Indonesia II.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Avina. 2011. “Materi Mata Kuliah Bahasa Indonesia”.
(online)
http://avina.blog.fisip.uns.ac.id/2011/02/26/materi-mata-kuliah-bahasa-indonesia/.
Diakses (6 Juni 2012).
Pondok Bahasa. 2008. “Kesantunan Berbahasa Indonesia
sebagai Pembentuk Kepribadian
Bangsa”. (online) http://pondokbahasa.wordpress.com/2008/11/23/kesantunan
berbahasa-indonesia-sebagai-pembentuk-kepribadian-bangsa/. Diakses (6 Juni
2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar