ABSTRAK
Bimbingan
orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kemandirian anak,
karena orang tua merupakan lingkungan
terdekat dan memiliki porsi interaksi paling banyak dengan anak. Kemandirian
memiliki tingkatan dan karakteristik tertentu yang perlu diperhatikan betul
oleh orang tua dalam memberikan bimbingan.
Banyak faktor yang mempengaruhi kemandirian pada anak yang menjadikan
anak itu mandiri atau tidak. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang dapat
dijadikan patut diperhatikan orangtua dalam membimbing kemandirian anak sejak
dini.
Kata kunci : bimbingan orang tua; kemandirian
anak; tingkatan dan karakteristik; faktor kemandirian.
|
1. LATAR BELAKANG
Semua orang tua tentunya
menginginkan anaknya menjadi manusia yang bekepribadian baik dan sukses. Tentunya hal ini harus diimbangi dengan
bagaimana orang tua itu membimbing anaknya.
Orang tua dituntut dengan kesabaran, keuletan dan kesungguhan agar harapan
itu dapat terwujud. Salah satu cara
menjadikan anak berkepribadian baik dan sukses adalah dengan menanamkan sikap
kemandirian pada anak.
Kemandirian
merupakan salah satu aspek penting penunjang keberhalisan anak mencapai masa
depan, karena dengan mandiri anak itu tidak akan terus bergantung pada orang
lain. Namun, tidak semua semua anak bisa
berlaku mandiri dengan sendirinya. Kemandirian pada anak berawal dari keluarga
serta dipengaruhi oleh pola pengasuhan dan bimbingan orang tua. Di dalam lingkungan
keluarga, orang tua lah yang berperan dalam mengasuh, membimbing, dan membantu
mengarahkan anak untuk menjadi mandiri.
Terkadang
orang tua baru menyadari pentingnya kemandirian setelah anak duduk di bangku
sekolah. Sementara itu mungkin anak
sudah cukup untuk diajar mandiri. Sebenarnya,
mulai usia dua tahun anak telah menunjukkan tanda-tanda untuk menjadi pribadi
yang mempunyai keinginan-keinginan sendiri.
Saat ini adalah saat yang tepat untuk membentuknya menjadi pribadi yang
mampu berdiri sendiri (Sobur, 1986: 60).
Mengajarkan
kemandirian pada anak sejak dini memang bukan hal yang mudah. Terlebih banyak faktor yang mempengaruhi
kemandirian pada anak seperti faktor bawaan, pola asuhan, kondisi fisik anak
dan urutan kelahiran. Tingkat dan
karakteristik kemadirian setiap anak pun berbeda-beda, sehingga orang tua harus
lebih peka dalam menentukan pola bimbingan kepada anak-anaknya.
Sejauh
ini, masih banyak anak yang hingga usia dewasa pun masih tergantung kepada
orang tua. Salah satu contohnya adalah
dalam hal pemilihan fakultas/jurusan ketika anak memasuki jenjang
perkuliahan. Masih banyak orang tua yang
ngotot memasukkan anak mereka ke
fakultas/jurusan yang mereka kehendaki tanpa mempertimbangkan bakat dan minat
anak itu sendiri. Akibatnya, sang anak
kehilangan motivasi dan semangat belajar, atau bahkan kehilangan gairah belajar
dan tak jarang berakhir dengan Drop Out.
Hal-hal seperti dikemukakan di atas lah
yang akhirnya menarik perhatian penulis untuk membuat artikel dengan judul
“Pengaruh Bimbingan Orang Tua terhadap Kemandirian Anak”.
2. PENGARUH BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP ANAK
Bukowsky , Brendgen dan Vitaro dalam
King (2010: 194) mengatakan bahwa orang tua dan teman sebaya merupakan pengaruh
terbesar ada perkembangan remaja. Remaja
dalam hal ini dikaitkan dalam lingkupnya sebagai anak. Salah satu tugas perkembangan yang penting
bagi remaja adalah kemampuan untuk membuat keputusan yang kompeten dengan cara
yang semakin mandiri (Collins & Steinberg dalam King, 2010: 194).
Orang tua berperan besar dalam
mengajar, mendidik, memberikan bimbingan, dan menyediakan sarana belajar serta
memberi teladan pada anak sesuai dengan nilai moral yang berlaku atau tingkah
laku yang perlu dihindari (Gunarso dalam Blogger Indonesia, 2010). Anak belajar memerlukan bimbingan dari orang
tua agar sikap dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak (Ahmadi
dalam Blogger Indonesia, 2010). Dalam
hal ini belajar pada anak tidak hanya dikaitkan dengan pelajaran di sekolah,
namun juga belajar bertindak, bersikap dewasa, bersosial, dan lain sebagainya.
Anak lebih banyak menghabiskan waktu
di rumah dibandingkan waktunya di sekolah atau waktu berinteraksi dengan
lingkungan luar. Oleh karena itu,
intensitas interaksi mereka lebih banyak dilakukan dengan lingkungan rumah atau
keluarga yang dalam hal ini adalah orang tua.
Intensitas pertemuan yang banyak ini lah yang menjadikan orang tua
memiliki peran atau pengaruh yang besar dalam membimbing anak-anaknya ke arah
manapun yang mereka kehendaki.
3. PENGERTIAN KEMANDIRIAN ANAK
Desmita (2011: 185) mengungkapkan
pengertian kemandirian sebagai kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur
pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri
untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan. Lebih dari itu Desmita menjelaskan bahwa kemandirian biasanya ditandai dengan
kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah
laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan sendiri, serta
mampu mengatasi masalah tanpa ada
pengaruh dari orang lain.
Menurut Robert Havighurst dalam
Desmita (2011: 186), kemandirian
dibedakan menjadi empat bentuk antara lain sebagai berikut. Pertama, kemandirian emosi, yaitu kemampuan
mengatur emosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain
atau orang tua. Kedua, kemandirian
ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya
kebutuhan ekonomi pada orang lain atau orang tua. Ketiga, kemandirian intelektual, yaitu
kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Kemandirian
intelektual ini merujuk pada kemampuan berpikir, menalar, memahami beragam
kondisi, situasi dan gejala-gejala masalah sebagai dasar usaha mengatasi
masalah. Sedangkan yang keempat,
kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang
lain atau kemampuan untuk berani secara aktif membina relasi sosial dan tidak tergantung pada aksi orang lain.
Pada anak, kemandirian dapat diamati
dari hal-hal kecil seperti menyuapkan makanan ke mulutnya sendiri, tidur
terpisah dengan orang tua, berangkat sekolah sendiri, mengatur pengeluaran uang
sakunya sendiri dan lain sebagainya. Menurut
Sobur (1986: 58-59) sebenarnya, semenjak lahir setiap anak berusaha keras untuk
menjadi tidak tergantung pada orang lain.
Misalnya saja pada saat anak belajar berjalan, pada mulanya proses
belajar ini memang memerlukan bantuan orang lain. Namun keinginan anak untuk bisa berjalan ini lah yang disebut bahwa anak
tersebut tidak ingin lagi tergantung pada orang lain untuk berpindah dari satu
tempat ke tempat lain atau dengan kata lain anak ingin melakukan sendiri
perpindahan itu tanpa harus meminta bantuan orang lain seperti digendong dan
lain sebagainya.
4. TINGKATAN DAN KARAKTERISTIK KEMANDIRIAN ANAK
Desmita (2011: 187-188) memaparkan
tingkatan dan karakteristik kemandirian beradasarkan pendapat Lovinger ke dalam
enam tingkatan sebagai berikut.
Tingkatan pertama adalah tingkat impulsif dan melindungi diri. Ciri-cirinya antara lain: peduli terhadap
kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang
lain; mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik; berpikir tidak logis
dan tertegun pada cara berpikir tertentu
(stereotype); cenderung melihat
kehidupan sebagai zero-sum games; dan
cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
Tingkat kedua adalah tingkat
konformistik. Ciri-cirinya: peduli
terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial; cenderung berpikir stereotype dan klise; peduli akan
konformitas terhadap aturan eksternal; bertindak dengan motif yang dangkal
untuk memperoleh pujian; menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya
intospeksi; perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal; takut tidak
diterima kelompok; tidak sensitif
terhadap keindividualan; dan merasa berdosa jika melanggar aturan.
Tingkat ketiga adalah tingkat sadar
diri. Ciri-cirinya: mampu berpikir
alternatif; melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi ; peduli
untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada; menekankan pada pentingnya
memecahkan masalah; memikirkan cara hidup; dan penyesuaian terhadap situasi
peranan.
Tingkatan keempat adalah tingkat
saksama (conscientious). Ciri-cirinya antara lain: bertindak atas
dasar nilai-nilai internal; mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan
pelaku tindakan; mampu melihat keragaman emosi, motif dan perspektif diri
sendiri maupun orang lain; sadar akan tanggung jawab mampu melakukan kritik dan
penilaian diri; peduli akan hubungan mutualistik; memiliki tujuan jangka panjang;
cenderun melihat peristiwa dalam konteks sosial; dan berpikir lebih kompleks
dan atas dasar pola analitis.
Tingkatan kelima adalah tingkat
individualitas. Ciri-cirinya: peningkatan
kesadaran individualitas; kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian
dan ketergantungan; menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain;
mengenal eksistensi perbedaan individual; mampu bersikap toleran teradap
pertentangan dalam kehidupan; membedakan kehidupan internal dengan kehidupa
luar dirinya; mengenal kompleksitas diri; dan peduli akan perkembangan dan
masalah-masalah sosial.
Tingkatan keenam adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya antara lain: memiliki pandangan
hidup sebagai suatu keseluruhan, cenderung bersikap realistic dan objektif
terhadap diri sendiri dan orang lain; peduli terhadap pemahaman abstrak,
seperti keadilan sosial; mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan;
toleran terhadap ambiguitas; peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment), ada keberanian untuk menyelesaikan konflik
internal; responsif terhadap kemandirian orang lain; sadar akan adanya saling
ketergantungan dengan orang lain; dan mampu mengekspresikan perasaan dengan
penuh keyakinan dan keceriaan.
5. FAKTOR-FAKTOR KEMANDIRIAN
Kemandirian
pada anak muncul tanpa selalu dapat diprediksi melalui usia, namun dapat
dilihat ketika anak sudah mulai memiliki keinginan sendiri, atau dengan kata
lain tingkatan usia tidak mesti berpengaruh terhadap kemandirian anak. Ada anak yang usianya sudah beranjak dewasa
atau bahkan sudah dewasa pun masih belum memiliki sikap mandiri. Namun ada pula anak yang usianya masih sangat
dini sudah memiliki sikap yang mandiri.
Hal ini ditentukan oleh beberapa faktor seperti yang diungkapkan Dra.
Mayke Sugianto Tedjasaputra, M. Si dalam Arbya (2011) berikut.
Pertama,
faktor bawaan, dimana ada anak yang berpembawaan mandiri, ada yang memang suka
menikmati jika dibantu orang lain.
Kedua, faktor pola asuh yang memungkinkan anak berpembawaan mandiri
menjadi tidak mandiri karena sikap orang tua yang selalu membantu dan
melayani. Ketiga, faktor kondisi fisik
anak, misalnya anak yang kurang cerdas atau memiliki penyakit bawaan, bisa saja
diperlakukan lebhih “istimewa” ketimbang saudara-saudaranya sehingga menjadikan
anak tidak mandiri. Keempat, urutan
kelahiran, contohnya anak sulung cenderung lebih diperhatikan, dilindungi,
dibantu, apalagi orang tua belum cukup berpegalaman. Anak bungsu cenderung dimanja, apalagi bila
selisih usianya cukup jauh dari kakaknya.
6. PENGARUH
BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP KEMANDIRIAN ANAK
Seperti yang telah diungkapkan di
atas bahwa orang tua memiliki pengaruh bimbingan yang sangat besar terhadap
anak termasuk memberikan pengaruh dalam hal bimbingan terhadap anak untuk
mencapai kemandirian. Ini dikarenakan
orang tua merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak dalam interaksinya
sehari-hari.
Anak tumbuh dan berkembang sepanjang
hidup mereka. Tingkat ketergantungan berubah dari waktu ke waktu, seiring
dengan perkembangan aspek-aspek kepribadian dalam diri mereka. Kemandirian pun
menjadi sangat berbeda pada rentang usia tertentu. Kemandirian sangat
tergantung pada proses kematangan dan proses belajar anak. Anak tumbuh dan
berkembang dalam lingkup sosial. Lingkup sosial awal yang meletakkan dasar
perkembangan pribadi anak adalah keluarga. Dengan demikian orang tua memiliki
porsi terbesar untuk membawa anak mengenal kekuatan dan kelemahan diri untuk
berkembang, termasuk perkembangan kemandiriannya (Sourie, 2012).
Anak-anak
akan berkembang melalui berbagai tingkat dari sikap ketergantungan kepada orang
ke tingkat kemandirian yang penuh apabila mereka diberi dorongan semangat untuk melakukannya. Orang tua harus memberikan dorongan
keberanian dan latihan yang cukup memadai, mengerjakan pekerjaan rutin tersebut bagi anak-anaknya (Balson, 1987:
137).
Kemandirian akan membawa anak kepada
hal-hal posistif. Misalnya saja dengan
mandiri, anak dapat tidak lagi bergantung pada pertolongan orang lain, tidak
bingung ketika menghadapi suatu masalah, menjadi lebih kreatif dan inovatif.
Fatimah (2008: 144) menjelaskan bahwa kemandirian, seperti halnya kondisi
psikologis lain, dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk
berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan
sejak dini. Mengingat banyaknya dampak
positif bagi perkembangan individu, kemandirian sebaiknya diajarkan pada anak
sedini mungkin sesuai kemampuannya.
Seperti telah diakui, segala sesuatu yang dapat diusahakan sejak dini
akan dapat dihayati dan akan semakin berkembang menuju kesempurnaan.
Namun, seperti yang diungkapkan
Simanjuntak (2011) bahwa membentuk kemndirian anak sejak dini itu
gampang-gampang susah. Hak ini
tergantung dari orang tua anak dalam memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan
psikologis anak. Hal ini tergantung dari orang tua anak dalam memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak. Tentu saja ini merupakan tugas
orang tua untuk selalu mendampingi anaknya, sebab orang tua adalah lingkungan
yang paling dekat dan bersentuhan langsung dengan anak. Peran orang tua atau
lingkungan terhadap tumbuhnya kemandirian pada anak sejak usia dini merupakan
suatu hal yang penting. Hal ini mengingat bahwa kemandirian pada anak tidak
bisa terjadi dengan sendirinya. Anak perlu dukungan, seperti sikap positif dari
orang tua dan latihan-latihan ketrampilan menuju kemandiriannya.
Tingkat kemandirian anak yang semakin
lama semakin berkembang akan membedakan tingkat kemandiriannya saat remaja. Lebih
lanjut Fatimah (2008: 145) menambahkan, dalam mencapai keinginannya untuk
mandiri, sering remaja mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan masih adanya
kebutuhan untuk tetap bergantung pada orang lain. Remaja yang dalam hal ini bertindak sebagai
anak, cenderung mengalami kebingungan ketika orang tua mereka bersikap memanjakan
ketimbang mengajari tentang kemndirian.
Padahal secara alamiah anak/remaja sudah memiliki keinginan untuk
bersikap mandiri.
Sejauh ini banyak orang tua yang
mengeluh karena anaknya tidak mandiri.
Segala sesuatu yang anak lakukan
meskipun itu merupakan hal yang kecil masih saja tergantung pada orang
tua. Misalnya saja dalam mengatur waktu,
mengerjakan tugas rumah maupun sekolah dan sebagainya. Orang tua yang tidak atau kurang mengerti
trik membentuk kemandirian anak menjadi panik dan memilih jalan mudah, yaitu
dengan memenuhi tuntutan anak atau ahkan memberikan perhatian yang berlebihan tanpa
memikirkan dampaknya.
Bicara mengenai dampak,
ketidakmandirian pada anak dapat mengakibatkan anak menjadi malas, selalu
tergantung pada orang lain, tidak kreatif dan sulit berinteraksi dengan
lingkungan luar. Oleh karena itu, masih menurut Fatimah (2008: 146-148),
kemandirian anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang
tua. Orang tua harus bertindak dalam menyikapi tuntutan kemandirian pada anak.
Berikut beberapa saran yang patut dipertimbangkan.
Pertama adalah komunikasi. Orang tua dapat mengetahui
pandangan-pandangan dan kerangka berpikir anaknya, dan sebaliknya anak-anak
juga dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh orang tuanya. Kedua yaitu
kesempatan. Orang tua sebaiknya
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil dan melaksanakan
keputusan sendiri serta mengatasi
sendiri masalah yang dihadapi tanpa terlalu banyak campur tangan orang
tua. Ketiga adalah tanggung jawab. Bertanggung jawab terhadap segala tindakan
yang diperbuat merupakan kunci menuju kemandirian yang mengajarkan anak untuk
melakukan segala hal dengan hati-hati jika tidak ingin merasakan dampak
negatif. Keempat yaitu konsistensi.
Konsistensi orang tua dalam menanamkan kemandirian pada anak akan menjadi
panutan bagi anak untuk dapat merancang
hidupnya sendiri.
Senada dengan Fatimah, Trisni (2009)
mengemukakan tiga hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk kemadirian
anak. Pertama adalah dengan menanamkan rasa
percaya diri. Percaya diri terbentuk
ketika anak diberikan kepercayaan untuk melakukan suatu hal yang ia mampu
kerjakan sendiri. Kedua adalah membentuk
kebiasaan anak agar tidak selalu tergantung dan dilayani oleh orang tuanya.
Ketiga adalah dengan membiasakan kedisiplinan pada anak.
7. KESIMPULAN
Pengaruh bimbingan orang tua terhadap kemandirian
anak sangatlah besar. Hal ini
dikarenakan porsi orang tua dalam berinteraksi dengan anak juga besar. Kemandirian yang berarti kemampuan anak menentukan
nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab,
mampu menahan diri, membuat keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari
orang lain, tentunya membutuhkan bimbingan dari orang tua selaku pemegang kunci
kesuksesan anak kelak.
Kemandirian pada anak memiliki tingkat dan karakteristik tertentu
yang perlu diperhatikan betul oleh orang tua.
Banyak faktor yang mempengaruhi kemandirian pada anak yang menjadikan
anak itu mandiri atau tidak. Sering kali
terjadi kesalahan atau ketidakmengertian orang tua mengenai kemandirian anak
sehingga masih banyak anak yang meski usianya sudah beranjak dewasa, namun
belum juga memiliki sikap yang mandiri.
Ada beberapa hal yang patut
diperhatikan orang tua jika ingin mengajarkan kemandirian pada anak sejak dini
yaitu dengan mepererat komunikasi dengan anak, memberikan anak kesempatan dan
bertanggung jawab dalam melakukan berbagai hal, serta konsistensi orang tua
dalam memberikan bimbingan. Selain itu
orang tua juga harus menanamkan rasa percaya diri, kebiasaan untuk tidak
bergantung pada orang lain dan kedisiplinan pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Balson, Maurice.
1993. Bagaimana Menjadi Orang Tua yang
Baik. Jakarta: Bumi Aksara.
Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Fatimah, Enung.
2008. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung:
CV
Pustaka Setia.
King, Laura A. 2010. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif.
Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Sobur, Alex.
1986. Komunikasi Orang Tua dan Anak.
Bandung: Angkasa.
Arbya, Nety. 2011. “Membentuk Kemandirian Anak”. (Online) http://keluargasehat.wordpress.com.
(diakses 29 Mei 2012).
Indonesia, Blogger.
2010. “Teori Tentang Bimbingan Orang Tua”. (Online) http://heruid.blogspot.com/2010/02/teori-tentang-bimbingan-orang-tua.html.
(diakses 9 Juni 2012).
Simanjuntak, Lisber.
2011. “Menanamkan Kemandirian pada Anak
Sejak Usia Dini”. (Online) http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?id=74&dir=6&idStatus=0.
(diakses 29 Mei 2012).
Sourie, Julak.
2012. “Peranan Orang Tua dalam
Mengembangkan Kemandirian Anak”. (Online) http://julak-net.blogspot.com/2012/04/peranan-orangtua-dalammengembangkan.html.
(diakses 29 Mei 2012).
Trisni, Inda.
2009. “Melatih Kemandirian Anak”. (Online)
http://harikuakhiratku.blogspot.com/2009/07/melatih-kemandirian-anak.html.
(diakses 29 Mei 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar