Hingga saat ini, tidak ada definisi yang
baku mengenai apa itu puisi. Banyak
ahli-ahli sastra yang memberikan definisi puisi. Namun, seperti yang dikemukakan oleh Shahnon
Ahmad (dalam Pradopo. 1997: 7) bahwa bila unsur-unsur dari pendapat-pendapat
itu dipadukan, maka akan didapat garis-garis besar tentang pengertian puisi
yang sebenarnya. Unsur-unsur tersebut
dapat berupa: emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera,
sususan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaaan yang bercampur-baur. Di situ dapat disimpulkan ada tiga unsur yang
pokok. Pertama, hal yang meliputi pemikiran, ide, atau emosi; kedua, bentuknya;
dan yang ketiga ialah kesannya.
Hakikat puisi ialah apa yang menyebabkan
puisi itu disebut puisi. Puisi merupakan
karya seni (mengandung unsur estetik)
yang unsur seni dominannya mengandalkan keindahan kata, gaya bunyi, gaya kata,
gaya kalimat, wacana dan tipografinya.
Kepuitisan dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan
bentuk visual: tipografi, susunan bait; dengan bunyi: persajakan, asonansi,
aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, dan orkestrasi; dengan pemilihan kata
(diksi), bahasa kiasan, sarana retorika, unsur-unsur ketatabahasaan, gaya
bahasa dan sebagainya. Dalam mencapai kepuitisan itu penyair menggunakan banyak
cara sekaligus secara bersamaan untuk mendapatkan jaringan efek puitis yang
sebanyak-banyaknya, yang lebih besar daripada pengaruh beberapa komponen secara
terpisah penggunaannya. Antara unsur
pernyataan (ekspresi), sarana kepuitisan, yang satu dengan yang lainnya saling
membantu, saling memperkuat dengan kesejajarannya ataupun pertentangannya,
semuanya itu untuk mendapatkan kepuitisan yang seefektif mungkin, seintensif
mungkin (Pradopo. 1997: 13).
Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan
untuk mengerti hakikat puisi, antara lain :
1.
Fungsi Estetik
Dalam sebuah karya
sastra khususnya puisi, fungsi estetiknya dominan dan di dalamnya ada
unsur-unsur estetiknya. Unsur-unsur
keindahan ini merupakan unsur-unsur kepuitisannya, misalnya persajakan, diksi
(pilihan kata), irama dan gaya bahasanya. Gaya bahasa meliputi semua penggunaan
bahasa secara khusus untuk mendpatkan efek tertentu, yaitu efek estetikanya
atau aspek kepuitisannya. Jenis-jenis
gaya bahasa itu meliputi semua aspek bahasa, yaitu bunyi, kata, kalimat dan
wacana yang dipergunakan secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu itu
(Pradopo. 1997: 315).
2.
Kepadatan
Karya sastra berupa
puisi menjadi berbeda dengan karya sastra lain seperti prosa dan drama karena
terdapat aktivitas pemadatan. Puisi
merupakan ekspresi esensi, tidak semua peristiwa diceritakan panjang lebar oleh
penyairnya. Hanya inti masalah, perstiwa
atau inti cerita dan esensi yang dikemukakan dalam puisi.
3.
Ekspresi Tidak
Langsung
Ekspresi tidak langsung dapat berupa
kiasan. Riffaterre (dalam Pradopo. 1997: 318) mengemukakan bahwa sepanjang
waktu, dari waktu ke waktu, puisi itu selalu berubah. Perubahan ini disebabkan oleh evolusi selera
dan perubahan konsep estetik. Akan
tetapi, satu hal yang tidak berubah, yaitu puisi itu mengucapkan sesuatu secara
tidak langsung. Ucapan tidak langsung
ialah menyatakan suatu hal dengan arti lain.
Ketidaklangsungan ekspresi ini disebabkan oleh tiga hal yaitu (1)
penggantian arti (displacing of meaning),
(2) penyimpangan atau pemencongan arti (distorting
of meaning), dan (3) penciptaan arti (creating
of meaning).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar