Membaca Tanda-tanda
(Taufik Ismail)
Ada sesuatu yang rasanya mulai
lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari
kita
Ada sesuatu yang mulanya tidak
begitu jelas
tapi kita kini mulai
merindukannya
Kita saksikan udara abu-abu
warnanya
Kita saksikan air danau yang
semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi
berkicau pergi hari
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan
Kita saksikan zat asam didesak
asam arang dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru
Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata
Kita telah saksikan seribu
tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani api dan batu
Allah
Ampunilah dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca
tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela
jari
Karena ada sesuatu yang mulanya
tak begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukannya
Analisis Puisi
“Membaca Tanda-tanda” Melalui Aspek Semantik Puisi
Semantik
adalah ilmu yang mempelajari tentang makna.
Dalam menganalisis puisi melalui aspek semantik, ada empat hal yang
perlu dikaji yaitu makna, bahasa kiasan, imaji (citraan) dan simbol.
2.1.1
Makna
Memahami dan mengkaji
sebuah puisi tidaklah mudah, terlebih lagi sekarang puisi makin komlpeks dan
aneh. Selain itu, bahasa puisi biasanya
menyimpang dari tata bahasa normatif, sehingga pembaca mengalami kesulitan
untuk memahami puisi tersebut.
Puisi adalah sebuah
karya sastra yang baru mempunyai makna bila diberi makna oleh pembacanya. Pemaknaan sering juga disebut
interpretasi. Pemberian makna atau
interpretasi sebuah karya sastra, dalam hal ini tergantung pada kemampuan pembacanya
di bidang bahasa, selain itu dibutuhkan kemampuan tentang konvensi sastra dan
budaya tertentu. Pemaknaan sebuah puisi
antara satu pembaca dengan pembaca yang lain berbeda-beda karena karya sastra
termasuk puisi memiliki sifat polyinterpretable
atau multi tafsir. Begitu pula dalam
analisis penulis mengenai makna dalam puisi Membaca
Tanda-tanda karya Taufik Ismail dalam makalah ini, mungkin akan berbeda
dengan pemaknaan yang diberikan orang lain.
Puisi Membaca Tanda-tanda memiliki makna bahwa
Taufik Ismail selaku penciptanya mengajak pembaca untuk dapat membaca
gejala-gejala alam yang terjadi di sekitar kita. Pembaca diajak untuk peka terhadap perubahan
alam yang semakin lama semakin memprihatinkan keadannya. Alam yang dulunya asri, indah dan nyaman,
kini terusik dengan kerusakan akibat tangan-tangan manusia yang banyak merusak
lingkungan.
Taufik dalam puisi ini
mencurahkan perasaannya yang merindukan lingkungan yang alami dan murni. Ia sangat menyesalkan apa yang terjadi saat
ini. Sudah banyak gejala alam yang
memperingatkan manusia untuk sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Namun dengan banyaknya gejala alam ini Taufik
masih mempertanyakan apakah kita (manusia) bisa membaca gejala-gejala perubahan
pada alam.
2.1.2
Bahasa Kiasan
Dalam karya sastra
seperti puisi, untuk menimbulkan efek estetik atau efek kepuitisannya maka
digunakanlah gaya bahasa. Selain itu
tujuan penyair menggunakan gaya bahasa dalam puisinya antara lain untuk menghasilkan
kesenangan yang bersifat imajinatif, menghasilkan makna tambahan, agar dapat
menambah konkrit sikap dan perasaan penyair dan agar makna yang diungkapkan
lebih padat.
Salah satu gaya bahasa
yang sering digunakan dalam menulis puisi adalah bahasa kiasan. Bahasa kiasan
menyebabkan puisi menjadi menarik, menimbulkan kesegaran, hidup dan terutama
menimbulkan kejelasan gambaran angan.
Bahasa kiasan ini mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal
lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup. Bahasa kiasan
mencakup: perbandingan atau simile, metafora, perumpamaan epos, personifikasi,
metonimi, sinekdok, alegori dan sebagainya. Namun, secara umum bahasa-bahasa
kiasan tersebut memiliki sifat memepertalikan sesuatu dengan cara
menghubungkannya dengan sesuatu yang lain.
Puisi Membaca Tanda-tanda tidak memakai banyak ragam bahasa kiasan atau
majas. Bahasa kiasan yang digunakan hanya seperti berikut :
1.
Personifikasi
Personifkasi adalah
semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan bendabenda mati atau
barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan
(Keraf. 2008: 140). Personifikasi dalam puisi ini terdapat pada kutipan sebagai
berikut :
·
Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu
menggilas paru-paru (bait kelima)
·
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air
membawa banjir (bait ke-6, baris 2-7)
2.
Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang
melebih-lebihkan sesuatu. Hiperbola dalam puisi ini terdapat dalam kutipan :
Banjir air mata (bait ke-6, baris ke-8)
2.1.3
Imaji (citraan)
Dalam puisi, untuk
memberi gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk
membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan dan juga untuk
menarik perhatian, penyair juga menggunakan gambaran-gambaran angan (pikiran),
di samping alat kepuitisan yang lain. Gambaran-gambaran angan dalam sajak itu
disebut citraan (imagery). Citraan ini ialah gambar-gambar dalam pikiran
dan bahasa yang menggambarkannya (Altenbern dalam Pradopo. 1997: 79).
Imaji terbagi menjadi
imaji penglihatan (visual imagery),
imaji pendengaran (audiotory imagery),
imaji raba dan sebagainya. Imaji atau
citraan yang terdapat dalam puisi Membaca
Tanda-tanda antara lain :
1.
Imaji
penglihatan
Imaji penglihatan adalah citraan yang
timbul oleh penglihatan. Imaji
penglihatan dalam puisi ini terdapat dalam kutipan :
·
Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Kita
saksikan air danau yang semakin surut jadinya (bait ke-3)
·
Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu
menggilas paru-paru (bait ke-5)
·
Kita sasksikan
Gunung membawa
abu
………………….. (bait ke-6)
·
Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita
membaca tanda-tanda (bait ke-7)
2. Imaji Pendengaran
Imaji pendengaran adalah citraan yang
timbul oleh pendengaran. Imaji pendengaran dalam puisi ini terdapat dalam
kutipan :
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi
hari (bait ke-3, baris ke-3)
3.
Imaji Raba
Imaji raba adalah
citraan yang timbul oleh perabaan. Imaji perabaan dalam puisi ini terdapat
dalam kutipan :
·
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur
lewat sela-sela jari kita (bait ke-1)
·
Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari
tangan
akan meluncur
lewat sela-sela jari (bait ke-10)
2.1.4 Simbol
Simbol merupakan bagian dari kajian
berdasarkan aspek semiotik (tanda). (Pradopo.
1995: 120) mengemukakan bahwa simbol
adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda
dengan petandanya, hubungannya bersifat arbiter (semau-maunya). Arti tanda itu
itu ditentukan oleh konvensi. Dalam
bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol.
Ada tiga macam simbol yang dikenal,
yakni (a) simbol pribadi, misalnya seorang menangis bila mendengar lagu gembira
karena lagu itu telah menjadi lambang pribadi ketika orang yang dicintainya
meninggal dunia, (b) simbol pemufakatan, misalnya Jepang=Negara Matahari
Terbit, dan (c) simbol universal, misalnya bunga adalah lambing cinta.
Analisis simbol pada puisi Membaca Tanda-tanda diuraikan sebagai
berikut :
·
Ada
sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan
meluncur lewat sela-sela jari kita
Bait puisi ini menyimbolkan bahwa
penyair merasa kehilangan sesuatu yang dekat sekali dengan dirinya juga orang
lain yaitu keasrian alam.
·
Ada
sesuatu yang mulanya tidak begitu jelas
tapi kita kini
mulai merindukannya
Bait puisi ini menyimbolkan bahwa ia
merindukan suasana alam yang masih murni, indah, asri dan belum terjamah oleh
tangan-tangan manusia, karena sekarang suasana itu sudah tidak terasa lagi
(tidak begitu jelas).
·
Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Maksudnya adalah udara yang terpolusi
oleh asap (pencemaran udara) disimbolkan bahwa warna udaranya menjadi abu-abu.
·
Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Maksudnya adalah air danau yang tercemar
kian lama volumenya kian menyusut sehingga disimbolkan bahwa air danau semakin
surut.
·
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari
Maksudnya (merupakan simbol) bahwa pada
pagi hari tidak ada lagi suara kicauan burung-burung yang bersahut-sahutan
karena perburuan liar dan penebangan hutan menyebabkan mereka kehilangan tempat
tinggal (hutan), sehingga mereka pergi mencari tempat baru atau bahkan hampir
punah.
·
Hutan
kehilangan ranting
Ranting
kehilangan daun
Daun
kehilangan dahan
Dahan
kehilangan hutan
Bait puisi di atas menyimbolkan
gejala-gejala perubahan alam yang ditandai dengan hilangnya komponen-komponen
alam itu mulai dari yang terkecil (daun) hingga yang terbesar (huta).
·
Kita sasksikan zat asam didesak karbon dioksid
menggilas paru-paru
Baris puisi ini menyimbolkan adanya zat-zat asam dan
karbon akibat polusi yang banyak terkandung di udara menyebabkan terjadinya
berbagai penyakit yang berhubungan dengan terganggunya alat-alat pernapasan
seperti paru-paru.
·
Kita
saksikan
Gunung
membawa abu
Abu membawa
batu
Batu membawa
lindu (terjadi
bencana gunung berapi, tanah
Lindu membawa
longsor longsor
dan banjir)
Longsor
membawa air
Air membawa
banjir
Banjir air
mata (memakan
korban jiwa)
Bait puisi ini menyimbolkan adanya pencemaran udara,
penebangan hutan, perburuan liar dan sebagainya telah mengundang berbagai macam
bencana mulai dari gunung berapi, longsor dan banjir yang memakan korban jiwa.
·
Allah
Kami
telah membaca gempa
Kami telah
disapu banjir (bencana-bencana)
Kami telah
dihalau api dan hama
Kami telah
dihujani api dan batu
Allah
Ampunilah
dosa-dosa kami (timbul
kesadaran)
Bait puisi di atas menyimbolkan
bencana-bencana yang timbul akibat manusia yang lalai akan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi. Namun semuanya tidak lepas
dari kehendak Sang Pencipta. Dia menguji
makhluk-Nya dengan menimpakan musibah dan bencana. Lalu timbul lah kesadaran pada diri manusia
dan rasa ingin kembali, serta meminta pengampunan kepada-Nya atas semua
kesalahan yang diperbuat.
·
Beri kami kearifan membaca tanda-tanda
Kearifan membaca tanda-tanda di sini
menyimbolkan manusia yang meminta kepada tuhannya agar dapat peka terhadap
lingkungan dan benar-benar menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi
dengan sebaik-baiknya dari melihat tanda-tanda alam yang ada.
Analisis Puisi
“Membaca Tanda-tanda” Melalui Aspek Formal Puisi
2.2.1
Diksi
Puisi adalah salah satu
karya sastra yang mengandalkan keindahan kata-kata untuk memunculkan kesan
estetisnya. Dalam memainkan kata-kata,
yang menjadi ujung tombaknya adalah diksi atau pemilihan kata oleh penyairnya.
(Barfield dalam Pradopo. 1997: 54) mengemukakan bahwa bila kata-kata dipilih
dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa hingga artinya menimbulkan atau
dimaksudkan untuk menimbulkan imajinasi estetik, maka hasilnya disebut diksi
puitis.
Diksi digunakan oleh
penyair untuk mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya
seperti yang dialami batinnya. Penyair
harus benar-benar tepat memilih kata jika ingin mengekspresikan dengan ekspresi yang dapat menjelmakan
pengalaman jiwanya tersebut.
Taufik Ismail dalam
puisinya Membaca Tanda-tanda banyak
menyindir manusia sebagai khalifah di bumi yang masih saja merusak alam dengan
perburuan hewan, penebangan hutan, dan lain sebagainya yang menyebabkan alam
mulai kehilangan keindahannya. Taufik
mengunakan diksi ‘kehilangan’ pada bait keempat untuk menggambarkan hilangnya
keindahan alam. Taufik pun banyak menggunakan
kata-kata yang berhubungan dengan alam seperti udara, danau, burung, hutan,
gunung dan lain sebagainya untuk menyesuaikan puisinya dengan tema alam. Selain itu ia memilih kata-kata seperti
longsor, banjir, gempa dan sebagainya untuk menggambarkan bencana.
Diksi yang dipilih
Taufik Ismail dalam puisi ini pada umumnya memakai kata-kata yang lumrah
digunakan dan mudah dipahami maknanya. Kesemuanya membuat puisi ini menjadi
menarik sehingga pesannya juga lebih cepat diterima oleh pembaca.
2.2.2
Tipografi
Cara penulisan suatu
puisi sehingga menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara
visual disebut tipografi (Aminuddin.1995: 146).
Peranan tipografi dalam puisi, selain untuk menampilkan aspek artistik
visual, juga untuk menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu.
Puisi Membaca Tanda-tanda memiliki tipografi yang
tidak resmi. Maksudnya adalah baris dan bait yang tidak resmi yaitu bait satu
dengan bait yang lain memiliki jumlah baris yang berbeda. Tipografi puisi ini
lurus sejajar dan di bagi ke dalam sebelas bait. Dengan bentuk yang lurus
seperti ini, penyair tidak menyimpan kode apapun sehingga memudahkan untuk
dibaca. Penyair menggunakan bentuk tata wajah yang konvensional dalam sajaknya
ini yakni bentuk lurus sehingga tidak menimbulkan penafsiran lain dari pembaca.
Tipografi seperti yang
ada dalam puisi ini dapat dibaca seolah seperti membaca sebuah cerita
biasa. Namun penyusunan bentuknya yang
sedemikian rupa dapat memengaruhi nada dan suasana ketika membaca puisi ini
seperti sedih, gundah, kekhawatiran dan sebagainya.
2.2.3
Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal
dalam retorika dengan istilah style.
Gaya bahasa menjadi bagian dari diksi kata yang mempersoalkan cocok tidaknya
pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu.
Gaya bahasa yang terdapat dalam puisi Membaca
Tanda-tanda antara lain :
1.
Repetisi
Repetisi adalah
rangkaian kata yang diulang beberapa kali untuk menegaskan artinya. Repetisi dalam puisi ini terdapat dalam
kutipan :
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami
telah disapu banjir
repetisi
Kami
telah dihalau api dan hama
Kami
telah dihujani api dan batu
Allah
Ampunilah
dosa-dosa kami (bait ke-8)
2.
Satire
Satire adalah puisi
yang mengungkapkan perasaan tidak puas penyair terhadap suatu keadaan, namun
dengan cara menyindir. Satire dalam puisi ini terdapat dalam kutipan :
Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda? (baik ke-7)
Di sini, Taufik
menyindir apakah kita (semua orang termasuk dirinya) bisa merenungkan
tanda-tanda atau gejala-gejala perubahan alam yang telah disaksikan.
3.
Klimaks
Klimaks adalah gaya
bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat
(memuncak) kepentigannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Klimaks dalam puisi
ini terdapat dalam kutipan :
Kita saksikan
Gunung membawa
abu
Abu membawa
batu
Batu membawa
lindu
Lindu membawa
longsor
Longsor
membawa air
Air membawa
banjir
Banjir air mata (bait ke-6)
2.2.4 Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik,
merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan
anasir-anasir musik, misalnya: lagu , melodi, irama, dan sebagainya. Bunyi di samping hiasan dalam puisi, juga
mempunai tugas yang lebih penting lagi, yaitu memperdalam ucapan, menimbulkan
rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang
khusus dan sebagainya (Prdopo. 1997: 22).
Bunyi membahas mengenai onomatope
(tiruan), eufoni (efek senang), kakofoni (efek sedih), asonansi (kombinasi
bunyi vokal), aliterasi (kombinasi bunyi konsonan) rima dan sebagainya. Bunyi-bunyi yang terdapat dalam puisi Membaca Tanda-tanda antara lain :
1. Kakofoni
Kakofoni merupakan kombinasi bunyi yang
tidak merdu dan parau. Kakofoni ini
cocok dan dapat untuk memperkuat suasana tidak menyenangkan, kacau balau, serba
tak teratur, bahkan memuakkan. Kakofoni
terjadi apabila terdapat perpaduan antara konsosan berat (b, d, g, z, w) dengan
vokal berat (u, o). Contoh kakofoni yang
terdapat dalam puisi Membaca Tanda-tanda
antara lain :
Kita saksikan
udara abu-abu warnanya
Kita saksikan
air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung
kecil tak lagi berkicau pergi hari
Hutan kehilangan
ranting
Ranting
kehilangan daun
Daun kehilangan
dahan
Dahan kehilangan
hutan
Kita saksikan
zat asam didesak asam arang dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru
Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu
membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa
longsor
Longsor membawa
air
Air membawa
banjir
Banjir air mata
2. Rima
Rima adalah bunyi yang
berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir
larik-larik puisi. Rima disebut juga
persajakan. Rima digunakan untuk mengolah bunyi pada puisi. Oleh karena itu
penyair memilih diksi-diksi yang mempunyai persamaan bunyi. Pola rima pada
puisi ini tidak teratur. Misalnya saja
pada bait pertama dan kedua bersajak (a-b), bait ketiga (a-a-b), bait keempat
(a-b-b-b) dan seterusnya. Pada puisi Membaca
Tanda-tanda, hanya terdapat rima luar, yaitu rima yang terdapat antarbaris
yang terletak di awal, tengah dan akhir.
·
Awal
Kami telah
membaca gempa
Kami telah disapu
banjir
Kami telah
dihalau api dan hama
Kami telah
dihujani abu dan batu (bait ke-8, baris 2-5)
·
Tengah
Hutan kehilangan
ranting
Ranting kehilangan
daun
Daun kehilangan
dahan
Dahan kehilangan hutan (bait ke-4)
·
Akhir
Ranting
kehilangan daun
Daun
kehilangan dahan
Dahan
kehilangan hutan (bait
ke-4, baris 2-4)
izin untuk mengunduh file ini yaa
BalasHapusTerimakasih :)
iyaaaa silakan.......
Hapusizin copas tantee
BalasHapusharap diijinkan copas, sebelumnya terima kasih
BalasHapusmakasih.. Analisisnya membantu banget..
BalasHapusIzin copas buat tugas sekolah..
izin copas yaaa
BalasHapusmaaf mungkin bisa diteliti lagi teks puisinya ada beberapa kalimat yang keliru..
BalasHapusmohon maaf, kata-kata dalam puisinya sedikit keliru, mohon perhatikan lagi. karena itu adalah karya seseorang....
BalasHapusTerimakasih atas bantuannya
BalasHapusSaya mau bertanya dong ,
BalasHapusdeskripsi umum ,deskripsi bagian dan deskripai manfaat dari puisi di atas apa ya ? Mohon bantuannya
Saya mau bertanya dong ,
BalasHapusdeskripsi umum ,deskripsi bagian dan deskripai manfaat dari puisi di atas apa ya ? Mohon bantuannya
Irama nya kok gak ada
BalasHapusPuisi ini indah
BalasHapusLarik/barisnya berapa?
BalasHapusLariknya?
BalasHapusKak mau tanya kalo iramanya apa??
BalasHapus