2.1 Macam Macam aliran dan Tokoh Tokoh yang Terlibat
- Aliran Empirisme
Empirisme berasal dari kata Empiris yang artinya pengalaman. Aliran ini di pelopori oleh John Locke, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. John Locke di lahirkan di wilayah dekat Brstol dari seorang Puretein ahli hokum.Teorinya di kenal dengan Tabula rasa (meja lilin) yang menyatakan bahwa jika seorang anak itu kertas putih yang dapat di tulisi menurut kehendak yang menulis.
Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang merupakan stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas atau pun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Manusia dapat dididik menjadi apa saja (ke arah yang baik atau ke arah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidik-pendidiknya. Dengan demikian pendidikan diyakini sebagai maha kuasa bagi pembentukan anak didik. Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman, sedangkan kemampuan dasar yang dibawa sejak lahir dihilangkan.
- Aliran Nativisme
Aliran ini di pelopori oleh Schopenhaeur, filosofi Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880. Aliran Nativisme berpendapat bahwa perkembangan individu di tentukan oleh faktor-faktor yang di bawa sejak lahir. Artinya bahwa, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Karena keyakinanya yang demikian itulah maka mereka di dalam pendidikan di sebut juga aliran Pesimisme Paedagogis.
- Aliran Naturalisme
Aliran ini di pelopori oleh J.J Rosseau,di lahirkan pada tahun 1712 di Jenova, yang ayahnya seorang tukang jam. Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga naturalisme sering di sebut negativisme. Naturalisme memiliki prinsip tentang proses pembelajaran (M.Arifin dan Amiruddin R) bahwa anak didik belajar melalui pengalaman sendiri. Sekolah harus di sesuaikan dengan minat dan bakat dengan menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik.
D. Aliran Konvergensi (memusat ke satu titik)
Aliran ini di pelopori oleh Wiliam Stern, ia seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup di tahun 1871-1939.Aliran konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari alian nativismmme dan empirismne. Wiliam Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan. Menurut teori konvergensi ada tiga prinsip yaitu:
1. Pendidikan mungkin untuk di laksanakan
2. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang di berikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik.
3. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
E. Aliran Progresivisme
Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat menekan, atau pun masalah-masalah yang mengancam dirinya. Tokoh aliran progresivisme adalah John Dewey.
Aliran ini memandang bahwa peseta didik mempunyai akal dan kecerdasan. Hal itu ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan jika disbanding dengan makhluk lain. Manusia memiliki sifat yang dinamis dan kreatif yang didukung oleh kecerdasannya sebagai bekal menghadapi dan memecahkan masalah.
F. Aliran Konstruktivisme
Aliran ini mengatakan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh da ri hasil konstruksi kognitif dalam diri seseorang, melalui pengalaman yang diterima lewat pancaindra yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba dan perasa. Dengan demikian aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan seseorang kepada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransver ilmu maka perbuatan itu akan sia-sia. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika pembelajaran ditujukan untuk menggali pengalaman.
Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan lingkungannya. Menurut Piaget, mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengertian baru.
G. Aliran Rekonstruksionisme
Aliran Rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran ini pada prinsipnya sepaham dengan aliran prenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Pandangan aliran ini ialah bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang teranggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar ummat manusia.
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count dan Harold Rugg.
H. Aliran Esensialisme
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.
Tokoh-tokoh aliran esensialisme antara lain George Santayana dan George Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831).
I. Aliran Perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain:
1) Plato. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan.
2) Aristoteles. Ia menganggap penting pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.
3) Thomas Aquinas. Thomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu. Seorang guru bertugas untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata.
B. Dua “Aliran” Pokok Pendidikan di Indonesia
Merupakan Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Aliran ini dipandang sebagai suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.
- Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan ini didirikan oleh Ki Hajar Dewantara (lahir 2 Mei 1889 dengan nama Suwardi Suryaningrat) pada tanggal 3 Juli 1932 di Yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan, selanjutnya mulai didirikan Taman Indria (Taman Kanak-Kanak) dan kursus guru, selanjutnya Taman Muda (SD), disusul Taman Dewasa merangkap Taman Guru (Mulo-Kweekschool).
Asas dan tujuan Taman Siswa (diumumkan 3 Juli 1922) :
1) Setiap orang memiliki hak mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikkingsrecht). Dari asas yang pertama ini jelas bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh taman siswa adalah kehidupan yang tertib dan damai (tata dan tentram, orde on vrede).
2) Pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah dalam arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri.
3) Pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri. Dengan asas ini Taman Siswa ingin mencegah system pengajaran yang bersifat intelektualitas dan pola hidup yang “kebarat – baratan” yang dapat memisahkan orang – orang terpelajar dengan rakyat jelata pada umumnya.
4) Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
5) Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya lahir maupun batin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri dan menolak bantuan apa pun dan dari siapa pun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.
6) Sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dialakukan (zelfbegrotings-system). Dari asas ini tersirat keharusan untuk hidup sederhana dan hemat.
7) Dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
Lima Dasar Taman Siswa (Ki Mangunsarkoro, 1952 dari wawasan kependidikan guru) antara lain :
1) Asas Kemerdekaan
Diartikan disiplin pada diri sendiri oleh diri sendiri atas dasar nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
2) Asas Kodrat Alam
Berarti bahwa pada hakikatnya manusia itu sebagai makhluk adalah satu dengan kodrat alam ini.
3) Asas Kebudayaan
Taman Siswa tidak berarti asal memelihara kebudayaan kebangsaaan itu ke arah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan zaman, kemajuan dunia, dan kepentingan hidup rakyat lahir dan batin tiap-tiap zaman dan keadaan
4) Asas Kebangsaan
Taman Siswa tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan, malahan harus menjadi bentuk dan fiil kemanusiaan yang nyata dan oleh karena itu tidak mengandung arti permusuhan dengan bangsa lain, melainkan mengandung rasa satu dengan bangsa sendiri, rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu dalam kehendak menuju kepada kebahagiaan hidup lahir dan batin seluruh bangsa.
5) Asas Kemanusiaan
Bahwa dalam tiap-tiap manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang berarti kemajuan manusia lahir dan batin yang setinggi-tingginya, dan juga bahwa kemajuan kemanusiaan yang tinggi dapat dilihat pada kesucian hati orang dan adanya rasa kasih terhadap sesame manusia dan makhluk tuhan seluruhnya.
- Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam
Didirikan oleh Mohammad Sjafei (lahir di Matan, Kalbar tahun 1895) pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (Sumatera Barat). INS pada mulanya dipimpin oleh bapaknya, kemudian diambil alih oleh Mohammad Sjafei. Dimulai dengan 75 orang murid, dibagi dalam dua kelas, serta masuk sekolah bergantian karena gurunya hanya satu, yakni Mohammad Sjafei sendiri. Sekolah ini mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan Indonesia saat itu, bahkan pada bulan Desember 1948 sewaktu Belanda menyerang ke Kayu Tanam, seluruh gedung INS dibumihanguskan, termasuk ruang pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan (RPPK) di Padang Panjang.
Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam :
1) Berfikir logis dan rasional
2) Keaktifan atau kegiatan
3) Pendidikan masyarakat
4) Memperhatikan pembawaan anak
5) Menentang intelektualisme (daya pikir berdasarkan ilmu)
Tujuan INS :
1) Mendidik rakyat kea rah kemerdekaan
2) Memberi pendidikan yang sesusai dengan kebutuhan masyarakat
3) Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
4) Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggungjawab
5) Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar