BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jika teater kehilangan daya tarik dan ditinggalkan penonton, maka yang patut disalahkan adalah orang teater. Bukan para penonton, juga bukan masyarakat kesenian ataupun masyarakat umum. Mengapa? Karena daya tarik teater datang dari orang teater, dicipta oleh orang teater. Penonton hanya menonton, menikmati lalu menyerap dengan mata, rasa dan hati kemudian mencaki-maki atau memuji, atau menghargai dan berbagi (Riantiarno. 2011: vii).
Pementasan teater berawal dari adanya sebuah naskah. Naskah memiliki peran penting dalam menentukan kualitas dan kesusksesan suatu pentas teater. Unsur-unsur yang terkandung dalam naskah menjadi pembangun dan acuan dalam penggarapannya sebelum dipentaskan. Bicara mengenai teater dan naskah, ada satu istilah yang berhubungan dengan keduanya yaitu drama. Drama adalah hasil seni sastra berupa naskah yang ungkapannya dalam wujud teater yang menekankan pada unsur suara (kata, ucapan, dialog) baik yang tersurat maupun tersirat.
Menyinggung masalah naskah drama sebagai jembatan sebuah ide untuk dipentaskan dalam bentuk teater, maka banyak hal yang perlu diketahui mengenai bagaimana naskah drama yang memiliki standar mutu yang baik. Hal-hal yang terkait dengan standar mutu sebuah genre sastra berupa drama antara lain : tema, naskah, alur cerita atau plot, perwatakan tokoh, bahasa, kandungan pesan moral dan pengarangnya.
Makalah ini membahas mengenai standar mutu karya drama yang mengkhususkan pada analisis dari segi naskah drama. Adapun naskah drama yang dianalisis diambil dari salah satu karya seorang dramawan Indonesia ternama, Nano Riantiarno dengan judul “Jam Dinding yang Berdetak”. Alasan penulis memilih naskah ini sebagai bahan analisis adalah untuk memudahkan penjabaran mengenai pokok bahasan yaitu mutu atau kualitas. Naskah drama karya Nano Riantiarno dianggap merangkum unsur-unsur pembentuk naskah yang menunjang mutu atau kualitasnya. Hal ini tidak diraguakan karena Nano telah banyak menghasilkan karya-karya bermutu dan sukses seperti Opera Kecoa, Opera Salah Kaprah, Rumah Kertas dan lain-lain.
Jam Dinding yang Berdetak adalah salah satu naskah drama karya Nano Riantiarno yang menarik untuk dikaji dan dijadikan tolak ukur betapa kerasnya kehidupan. Isinya menceritakan mengenai bagaimana kehidupan sebuah keluarga miskin. Bagaimana cara Nano menyajikan naskah dramanya agar memiliki mutu membuat penulis penasaran, apakah naskah drama ini benar-benar layak jika dikatakan bermutu.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah mengenai Analisis Standar Mutu Naskah Drama “Jam Dinding yang Berdetak” ini ialah sebagai berikut :
1. Mengetahui apa itu standar mutu karya drama.
2. Mengetahui unsur-unsur apa saja yang harus dierhatikan dalam menilai mutu sebuah naskah drama dan aplikasinya terhadap naskah drama Jam Dinding yang Berdetak.
3. Mempelajari bagaimana naskah drama yang memiliki mutu.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah atau hal-hal yang penulis bahas dalam makalah ini antara lain :
1. Menjelaskan standar mutu naskah drama secara umum dan menghubugkannya dengan naskah drama.
2. Menjelaskan unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam menilai mutu sebuah naskah drama.
3. Mengaplikasi unsur-unsur yang menjadi tolak ukur sebuah naskah drama ke dalam naskah drama Jam Dinding yang Berdetak.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam suatu kajian atau analisis sangatlah penting dalam menentukan arah tujuan. Makalah ini menggunakan pisau analisis berupa standar mutu karya drama/teater. Seperti yang kita ketahui bahwa drama berbeda dengan teater. Drama masih berupa naskah, sedangkan teater sudah berupa drama (naskah) yang dipentaskan. Oleh karena penulis belum pernah melihat pementasan dari drama “Jam Dinding yang Berdetak”, maka penulis membatasi analisis sampai pada naskah drama sebagai karya sastra dan naskah drama sebagai rencana pertunjukan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Standar Mutu
Sebelum membahas mengenai standar mutu sebuah naskah drama, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu standar mutu secara umum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), standar adalah ukuran tertentu yang diapakai sebagai patokan. Sedangkan mutu adalah ukuran baik atau buruk suatu benda yang dalam hal ini dapat juga disebut sebagai kualitas.
Menurut Joseph Juran, ada lima konsep atau dimensi penilaian standar mutu secara umum yaitu rancangan (desain), kesesuaian, ketahanan, keamanan (tidak membahayakan), dan dapat dimanfaatkan. Apabila konsep ini dihubungkan dengan sebuah naskah drama, maka uraian atau penjelasannya sebagai berikut:
2.1.1 Rancangan (desain)
Suatu naskah, sebelum ditulis pastinya memiliki rancangan terlebih dahulu. Rancangan ini dapat berupa rencana (plan). Rencana yang dimaksud adalah rencana yang dibuat oleh pengarang mengenai bagaimana unsur-unsur dalam struktur naskah drama seperti tema, alur, penokohan, setting, dan lain sebagainya akan dibuat. Rencana ini dapat juga berupa tujuan (untuk apa, siapa dan mengapa) naskah drama ini dibuat. Sesuatu yang terencana dengan matang pastilah akan membuahkan hasil yang optimal dan bermutu.
Rancangan juga sangat perlu demi terciptanya sebuah karakteristik yang khas untuk membedakannya dengan hasil karya orang lain, karena karakteristik yang khas akan mudah dan selalu diingat. Oleh karena itu, rancangan sangat diperlukan dalam pembuatan naskah drama.
2.1.2 Keseusaian
Kesesuaian dalam konteks naskah drama yang bermutu memiliki hubungan dengan rancangan. Sebuah naskah drama harus dirancang sesuai dengan tujuan. Misalnya sebuah naskah drama diciptakan oleh pengarang dengan cerita mengenai dunia anak, maka pengarang harus konsisten dengan tujuannya itu. Unsur-unsur naskah drama yang ditulis harus menyesuaikan dengan dunia anak, entah itu tema, alur cerita, penokohan dan lain sebagainya. Tidak mungkin pengarang mengambil tema mengenai percintaaan untuk naskah drama yang ditujukan untuk anak-anak, karena tema ini dianggap tidak sesuai.
Kesesuaian juga dapat dilihat dari cerita yang ada dalam naskah terhadap apa yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam sebuah naskah drama yang mengambil latar dan penokohan orang-orang kaya metropolis yang tinggal di tengah kota. Akan terasa janggal dan tidak sesuai jika pengarangnya menggambarkan penokohannya sebagai orang-orang yang tradisional, kampungan dan gagap teknologi, karena orang-orang kaya metropolis dalam kehidupan nyata memiliki kehidupan yang modern dan dekat sekali dengan perkembangan teknologi.
Kesesuaian ini merupakan salah satu jendela penilaian apakah suatu naskah drama itu bermutu atau tidak. Adanya ketidaksesuaian dapat mengurangi nilai estetika dalam naskah drama yang dapat berakibat suatu naskah drama itu menjadi tidak bermutu. Dalam hal ini kepekaan pengarang sangat diuji untuk dapat melihat kesesuaian naskah drama yang ditulisnya.
2.1.3 Ketahanan
Sesuatu yang bermutu biasanya memiliki ketahanan atau biasa disebut eksistensi yang awet. Begitu pula pada drama. Drama yang bermutu biasanya memiliki ketahanan atau dapat bertahan di tengah derasnya arus karya drama lain yang bermunculan sehingga selalu ada ketersediaan (selalu ada). Drama yang memiliki ketahanan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan yang lain. Karakteristik inilah yang membuat penikmatnya memiliki kesan tersendiri terhadap karya drama itu dan selalu mengingatnya.
Contoh karya drama yang bermutu adalah Titanic. Drama yang diangkat ke dalam film ini memiliki ketahanan yang hingga sekarang pun masih diingat oleh para penikmat di seluruh dunia. Penyajian filmnya mulai dari tema, alur, setting, akting pemain dan lain-lain sangat diperhatikan dan dibuat seprofesional mungkin sehingga menghasilkan sebuah karya bermutu dan memiliki ketahanan di hati para penikmatnya.
2.1.4 Keamanan
Apabila diibaratkan sebagai makanan, maka barang yang bermutu harusnya aman untuk dikonsumsi. Begitu pula dengan sebuah karya drama. Sebuah karya drama harus memiliki nilai keamanan di dalamnya. Aman di sini dalam artian bahwa segala unsur dari karya drama itu aman untuk dinikmati atau apabila dinikmati maka tidak menimbulkan bahaya. Keamanan dapat berarti bahwa isi dari sebuah karya drama tidak mengandung unsur untuk mencelakakan atau menjerumuskan penikmatnya kepada hal yang negatif.
2.1.5 Manfaat
Hal terpenting dalam menilai mutu dalam sebuah karya drama ialah apakah karya drama itu memiliki manfaat bagi penikmatnya. Salah satu manfaat yang paling nampak adalah sebagai hiburan. Namun, tidak sebatas itu saja manfaat dari suatu karya drama yang bermutu. Karya itu juga harus memiliki nilai dan pesan moral yang dapat diambil oleh penikmatnya. Dengan adanya nilai dan pesan moral ini, isi dari karya drama menjadi berbobot alias tidak kosong. Ibaratnya sebuah kendi yang berisi air. Orang tidak hanya dapat melihat keindahan kendi, tapi juga dapat meminum air yang ada di dalamnya.
2.2 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menilai Mutu Sebuah Naskah Drama
2.2.1 Naskah
Naskah drama disebut juga sebagai naskah lakon. Naskah adalah tulisan yang berisi ide-ide dari pengarang untuk dikembangkan secara visual oleh sutradara. Naskah menjadi embrio, ide, gagasan dan wawasan abstrak yang memerlukan sentuhan kreativitas untuk terwujud dalam tingkah laku, gerak, bunyi serta situasi.
Naskah drama terbagi dua yaitu naskah drama sebagai karya sastra dan naskah drama sebagai rencana pertunjukan. Naskah drama sebagai karya sastra, dapat dibaca oleh pembaca sastra tanpa masalah dengan keindahan sastra yang tak menyusut. Ia lengkap memberikan keterangan dan deskripsi yang membuat pembaca mudah mengikuti alurnya sebagai sebuah cerita. Kalau pun tidak banyak deskripsi, tetapi karakter sebagai motor-motor yang membangun konflik, terpapar dan berkembang. Banyak yang memamerkan dialog-dialog puitis yang mempesona dengan makna-maknanya yang mendalam, sehingga menjadi pameran dan pertunjukan makna yang bukan hanya dapat dipentaskan tetapi juga dapat dibaca ulang oleh pembaca.
Ada pula naskah drama sebagai rencana pertunjukan yang dibuat dan direncanakan khusus untuk dipentaskan. Naskah drama bentuk ini benar-benar merupakan bahan baku seorang sutradara atau awak pentas. Bentuk penulisannya pun terbagi dua. Ada naskah yang ditulis dengan melibatkan semua kelengkapannya seperti judul, ringkasan cerita (sinopsis), nama-nama pemeran, pembuka, babak-babak, adengan-adengan, dialog, catatan samping (anotasi) dan keterangan mengenai setting (panggung, lampu dan bunyi/suara). Namun ada pula yang hanya menyajikan bahan mentah berupa dialog dan sedikit masalah-masalah teknis, sehingga memerlukan pisau bedah dan analisa serta interpretasi yang lebih. Bentuk seperti ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan pada sutradara dalam menginterpretasikan naskah ke dalam bentuk pementasan.
Naskah drama Jam Dinding yang Berdetak dapat dikatakan naskah drama sebagai karya sastra maupun naskah drama sebagai rencana pertunjukan. Sebagai karya sastra, naskah drama ini memiliki nilai estetik kesastraan lengkap memberikan keterangan dan deskripsi yang membuat pembaca mudah mengikuti alurnya sebagai sebuah cerita. Naskah ini juga merupakan naskah drama sebagai rencana pertunjukan karena disajikan dengan kelengkapan-kelengkapan naskah untuk memudahkan sutradara dan pemain dalam menggarap pertunjukan atau pementasan.
Berikut analisis kelengkapan naskah pada naskah drama Jam Dinding yang Bedetak :
1. Judul
Judul sangat penting dalam penulisan naskah karena judul merangkum isi cerita yang disajikan dalam naskah. Judul juga penting untuk menarik perhatian orang untuk membaca naskah. Oleh karena itu sering kali pengarang membuat judul yang semenarik mungkin untuk mengundang perhatian atau rasa ingin tahu. Sebuah karya drama yang bermutu biasanya mengambil judul yang unik, berkarakter dan mudah diingat. Di sini, Nano mengambil judul Jam Dinding yang Berdetak pada karya dramanya, judul ini menjadi menarik karena mengundang tanda tanya. Memangnya ada apa dan apa istmewanya dengan jam dinding yang berdetak? Cerita seperti apa yang akan disuguhkan Nano dengan judul seperti itu?
2. Sinopsis
Naskah drama Jam Dinding yang Berdetak ini tidak menyajikan sinopsis atau ringkasan cerita. Ada tidaknya sinopsis tidak banyak mempengaruhi mutu atau kualitas naskah karena sifatnya tidak wajib. Sinopsis hanya digunakan untuk memudahkan penikmat untuk mengetahui sekilas isi cerita.
3. Nama Pemeran
Nama pemeran berfungsi untuk membedakan siapa yang berbicara di dalam dialog. Nama pemeran tidak harus berupa nama orang, tapi juga dapat berupa nama jabatan, profesi dan lain-lain. Naskah drama Jam Dinding yang Berdetak tidak hanya menggunakan nama orang sebagai nama pemeran (aktor/aktris) di dalamnya seperti Thomas, Marie, Benny, dan Magda. Ia juga menggunakan nama profesi yaitu polisi.
4. Babak
Babak adalah bagian besar cerita yang terdiri dari adegan-adegan. Naskah drama Jam Dinding yang Berdetak terdiri dari dua babak yang memisahkan cerita berbeda yang berhubungan dan saling menyambung. Babak pertama menceritakan mengenai kegiatan sebuah keluarga kecil di pagi hari. Sedang babak kedua menceritakan mengenai sebuah perayaan kecil hari ulang tahun pernikahan.
5. Adegan
Adegan merupakan peristiwa kecil yang terikat kepada babak (bagian dari babak). Salah satu adegan yang ada pada naskah drama Jam Dinding yang Berdetak adalah adegan (pada babak kedua) yang memperlihatkan empat aktor yang duduk mengelilingi meja sambil bernyanyi, bertepuk tangan dan meniup lilin.
6. Dialog
Dialog adalah percakapan antara dua atau lebih aktor/aktris.Adanya dialog sangatlah penting dalam sebuah naskah drama. Naskah drama akan sulit dipahami jika tidak ada dialog. Kata dalam dialog sebaiknya dirancang tidak terlalu sulit diucapkan oleh aktornya saat dipentaskan dan kalimat-kalimatnya pun tidak panjang. Di dalam naskah drama Jam Dinding yang Berdetak, Nano menyajikan dialog-dialog secara rapi, runtun dan terarah.
7. Catatan Samping
Cacatan samping sangat mendukung sebuah naskah drama yang hanya untuk dibaca atau bahkan untuk dipentaskan. Catatan samping adalah keterangan samping yang menerangkan bagaimana pemeran harus bertindak atau melakukan adegan. Contoh catatan samping dalam naskah drama Jam Dinding yang Berdetak terdapat pada halaman 2 "MAMA : (Muncul dari dapur sambil memukul-mukul baki). Bangun ... bangun matahari sudah tepat di atas kepala kita. He, pemalas ... ayo bagun tak tahu malu. Laki-laki sebesar lembu sesiang ini masih tetap berselimut. Benny, bangun, Benny ...". Lalu yang dianamakan catatan samping adalah yang berada di dalam tanda kurung. Pemeran "Mama" harus beradegan muncul dari dapur sambil memukul-mukul baki.
8. Keterangan
Di dalam sebuah naskah drama, pengarang mencantumkan keterangan sebagai tambahan untuk menjelaskan bagaimana setting yang ada pada cerita. Keterangan setting dibagi menjadi tiga, antara lain :
· Setting panggung
Dalam sebuah pentas diperlukan latar belakng suasana yang mendukung keadaan pentas yang disebut setting panggung, dekorasi atau scenery. Scenery dibagi menjadi dua yaitu interior setting (jika lakon dipentaskan seolah berada dalam ruangan) dan exterior setting (jika lakon dipentaskan seolah berada di alam terbuka).
Setting panggung digambarkan jelas oleh Nano pada awal naskah. Di dalam naskah Jam Dinding yang Berdetak ini panggung diatur menyerupai rumah yang dibagi menjadi tiga bagian tapi bersambungan satu sama lain (simultan set). Bagian pertama yaitu menggambarkan halaman rumah (exterior setting) yang didukung oleh properti seperti beberapa pohon pisang, satu pohon jambu, satu pohon kersen, lentera, kursi goyang dan jendela kayu. Bagian kedua menggabarkan ruang tengan dengan property pendukung seperti sofa reot, permadani butut, dua buah kursi rotan, jam antik dan lain-lain. Sedang gambaran pada bagian ketiga adalah rak piring yang sudah berkarat, alat-alat lukis, lukisan-lukisan dan lain-lain.
· Setting lampu
Lampu dapat memberikan pengaruh psikologis, dan juga dapat berfungsi sebagai ilustrasi (hiasan) atau penunjuk waktu (pagi, sore) dan suasana pentas (Endraswara. 2011: 106). Pementasan karya drama tanpa adanya setting lampu akan mengurangi keindahannya. Apabila keindahannya berkurang, maka mutu atau kualitasnya pun berkurang.
Naskah drama Jam Dinding yang Berdetak tidak lupa memasukkan setting lampu ke dalam penulisannya yaitu dengan penjelasan kapan lampu menyala, menyorot atau padam. Contohnya dapat kita lihat di awal naskah halaman 2 yang kutipan keterangannya “Pada saat lampu fade in kita melihat seorang berkerudung selimut tidur di bawah sofa”, atau keterangan pada akhir nasah (halaman 29) yang mengarahkan lampu untuk padam.
· Setting bunyi
Bunyi-bunyian dalam sebuah pentas atau pertunjukan memiliki fungsi untuk memainkan emosi penonton. Di dalam naskah biasanya pengarang mencantumkan bunyi atau suara apa yang mengiringi pementasan naskahnya. Bunyi ini tentunya harus sesuai dengan suasana cerita. Misalnya saja pada naskah drama Jam dinding yang Berdetak, Nano mencantumkan bunyi atau suara lolongan anjing di kejauhan dan suara jam dinding yang berdetak untuk mengiringi suasana keterkejutan tokoh Marie yang mendengar kabar bahwa suaminya meninggal.
2.2.2 Tema
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dalam Nurgiantoro. 2010: 68). Sesungguhnya semua tema yang diangkat ke dalam sebuah naskah drama mempunyai potensi untuk menjadi karya yang bermutu. Hanya saja, pemilihan tema yang sering kali kurang tepat membuat karya itu jadi kurang bermutu. Penyajian tema yang dipilih pun menjadi barometer standar mutunya.
Sebuah ide atau tema bisa dianggap berhasil jika terjalin komunikasi antara penyampai ide atau tema itu dengan penikmatnya. Tema yang menarik antara lain tema yang sedang (booming) saat ini, tema yang tidak pernah/jarang diangkat, tema yang berbau kontroversi tapi tetap aman dan lain-lain. Nano Riantiarno dalam Jam Dinding yang Berdetak dapat dikatakan berhasil menyampaikan maksud dalam tema tentang kehidupan sebuah keluarga miskin yang tinggal di komplek orang-orang miskin. Tema ini mungkin sudah banyak diambil oleh pengarang-pengarang lain. Namun yang membedakannya terletak penyajian cerita.
2.2.3 Alur Cerita
Sebuah naskah drama yang bermutu pastilah memiliki cerita yang bermutu pula. Cerita yang bermutu adalah cerita yang bersifat didaktis tapi tidak terkesan menggurui dan inspiratif. Alur ceritanya pun jelas menggambarkan adanya hubungan kausalitas atau hubungan sebab-akibat dan terstruktur dengan rapi. Adapun struktur dalam nashkah drama yang diaplikasikan dalam Jam Dinding yang Berdetak antara lain:
· Eksposisi : Pengenalan masalah dan tokoh-tokoh lakon.
Eksposisi pada naskah drama Jam Dinding yang Berdetak dimulai dari kemunculan tokoh satu per satu. Tokoh Mama yang berteriak-teriak membangunkan tokoh Benny yang sedang tidur. Kemudian disusul tokoh Papa yang sedang mencari dasi dan tokoh Magda yang baru selesai mandi. Pemunculan masalahnya ada pada kerisauan Mama yang memikirkan nasib Benny. Benny yang sudah susah-susah disekolahkan tinggi ternyata hanya menjadi pelukis yang belum bisa menghasilkan uang.
· Konflik : Masalah berkembang menuju konflik.
Masalah jadi berkembang ketika tokoh Papa ikut-ikutan merisaukan masalah dengan menambah-nambahi dengan masalah kemiskinan mereka. Ia menyinggung barang-barang yang digadaikan untuk menutupi kemiskinan. Masih ada jam dinding antik (hadiah pernikahannya dulu) yang belum tergadai. Mama masih mempertahankannya karena memiliki nilai kenangan istimewa baginya.
· Komplikasi : Masalah makin berkembang (terjadi pembenturan yang kian menajam).
Antara tokoh satu dengan tokoh yang lain mulai berbenturan pendapat. Keempat tokoh utama memiliki pendapat masing-masing terhadap masalah. Tokoh Papa cenderung tidak begitu menanggapi lagi. Tokoh Mama masih tetap dengan kerisauannya. Tokoh Benny dan Magda berselisih pendapat atas nasib mereka yang kurang beruntung dan seringnya percekcokan antara orang tua mereka.
· Krisis/klimaks : Mulai adanya upaya pencarian jalan keluar
Benny dan Magda ingin meredakan masalah dengan memberi kejutan dan hadiah ulang tahun pernikahan kepada Papa dan Mama.
· Resolusi/Anti-klimaks : Persoalan mulai diselesaikan
Kemesraan antara Thomas dan Marie terajut kembali. Namun ada pembicaraan yang tidak mengenakkan mengenai permasalahan yang ada dalam klimaks terjadi di antara mereka sehingga Thomas meninggalkan rumah.
· Solusi : Konflik berakhir. Kisah selesai.
Saat Marie bersedih karena Thomas meninggalkannya, datang seorang polisi yang memberi kabar bahwa Thomas baru saja meninggal. Marie pun syok. Cerita selesai.
Di dalam karya sastra terdapat banyak cara untuk menyampaikan alur cerita atau yang disebut dengan metode bercerita untuk membuat cerita itu menarik. Metode bercerita dapat berupa deskripsi, sorot balik, campuran dan pemutusan cerita. Metode-metode ini sama-sama memiliki peluang untuk menjadi karya yang bermutu asalkan pengarangnya bisa membawakannya dengan baik. Penikmat
Naskah drama Jam Dinding yang Berdetak ini mengambil metode pemutusan cerita pada akhir ceritanya sehingga terkesan menggantung. Hal ini mungkin disengaja untuk membuat penikmat karya memikirkan sendiri bagaimana harusnya cerita itu berakhir atau berlanjut. Ini merupakan salah satu trik didaktis pengarang untuk mengajak penikmat karya turun langsung ke dalam cerita.
2.2.4 Perwatakan Tokoh
Perwatakan tokoh adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama (Wiyanto. 2007: 27). Perwatakan tokoh berkaitan dengan kesesuaian pengarang untuk mengadopsi perwatakan yang ada dalam kehidupan sehari-hari ke dalam perwatakan dalam sebuah naskah drama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Penggambaran watak tokoh-tokoh dalam naskah drama Jam Dinding yang Berdetak cukup mewaliki watak orang-orang miskin yang tinggal di sebuah komplek yang rata-rata warganya termasuk orang miskin. Sebagaimana layaknya orang miskin, tokoh-tokoh dalam naskan selalu dihinggapi masalah terkait ekonomi.
2.2.5 Bahasa yang Digunakan (Retorika)
Retorika adalah suatu istilah yang secara tradisional diberikan pada suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik. Jadi ada dua aspek yang perlu diketahui seseorang dalam retorika, yaitu pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa yang baik, dan kedua pengetahuan mengenai objek tertentu yang akan disampaikan dengan bahasa tadi (Keraf. 2008: 1).
Dalam sebuah naskah drama, bahasa yang digunakan oleh pengarang sangatlah memiliki peran penting. Retorika pada naskah tersebut haruslah sesuai dan memiliki unsur seni sehingga memunculkan efek keindahan. Sebuah naskah drama yang bermutu harus memiliki retorika yang baik. Retorika yang baik ini dapat mengundang minat orang lain untuk menikmati hasil karya sastra berupa naskah drama tersebut.
Bahasa yang digunakan dalam naskah drama jika ingin dikatakan bermutu haruslah sesuai dengan konteks cerita, sesuai dengan perwatakan tokoh, memperhatikan siapa penikmatnya, tidak menjerumuskan orang lain, dan mengandung pesan moral. Naskah drama Jam Dinding yang Berdetak memiliki retorika yang dinilai sesuai dengan konteks ceritanya yang berlatarkan sebuah keluarga miskin. Pilihan kata (diksi) yang digunakan benar-benar mencerminkan perwatakan tokoh-tokohnya. Nano sebagai pengarang dengan cermat memperhatikan bahasa yang digunakannya dalam menulis naskah ini.
2.2.6 Kandungan Pesan Moral
Salah satu konsep standar mutu adalah bahwa sesuatu itu harus memiliki manfaat. Begitu pula dengan sebuah karya drama. Manfaat yang terdapat dalam sebuah karya drama adalah bahwa penikmatnya memperoleh pelajaran dari pesan moral yang terkandung di dalamnya dan dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Naskah drama Jam Dinding yang Berdetak mengandung pesan moral yang terdapat dalam ceritanya. Naskah ini menceritakan bagaimana kehidupan orang miskin yang terhimpit masalah ekonomi, namun tetap berusaha untuk bahagia meski dengan keadaan yang seadanya. Pesan moral yang dapat dipetik penikmat karya drama ini adalah bahwa meski dalam keadaan apapun, kita harus tetap menikmati hidup dan terus berusaha semaksimal mungkin menjalaninya. Percekcokan dalam kehidupan rumah tangga memang hal yang biasa terjadi. Namun, kita harus memikirkan dahulu semua tindakan yang akan kita lakukan dalam menghadapi masalah jika tidak ingin menyesal kemudian.
Pesan moral yang disampaikan oleh pengarang tidak harus digambarkan dengan cerita yang menyajikan akhir cerita yang bahagia. Akhir cerita yang mungkin membuat penikmat karya kesal dengan kematian Thomas yang mendadak sebenarnya merupakan pelajaran tersendiri bagi penikmat untuk tidak memunculkan atau setidaknya meredam sebisa mungkin permasalahan-permasalahan yang ada di rumah tangga.
2.2.7 Pengarang
Pengarang adalah sosok yang berada di balik semua yang ada di dalam sebuah karya drama yang ditulisnya. Pengarang dapat diibaratkan sebagai tuhan dalam cerita yang dapat menentukan apa pun yang akan terjadi (nasib) setiap tokoh-tokohnya, alur ceritanya, serta seluk-beluk karya drama lainnya. Oleh karena itu, mutu sebuah karya drama seperti naskah berada di tangan pengarang.
Kita dapat melihat mutu sebuah karya drama dari siapa pengarangnya. Biasanya karya drama yang bermutu lahir dari seorang pengarang yang kreatif, ekspresif, inovatif dan pandai merangkai cerita sehingga dapat menghasilkan banyak karya yang bermutu. Nano Riantiarno adalah seorang sastrawan terkenal yang aktif bergerak di bidang drama. Nano memiliki karakteristik yang khas dalam setiap penulisan karya-karyanya yaitu menceritakan kehidupan masyarakat menengah ke bawah. Iya mengambil cerita mengenai itu dan mengadopsinya ke dalam sebuah naskah drama secara kreatif dan eksprsif. Penggambarannya pun selalu inovatif dengan rangkaian cerita yang tidak membosankan sehingga banyak sekali karya-karyanya yang terkenal seperti “Maaf, Maaf, Maaf”, “Opera Kecoa”, “Opera Salah Kaprah”, “Sampek Engtay”, dan lain-lain.
Dalam dunia drama, Nano sudah memiliki nama besar. Selain menulis naskah, ia juga merupakan seorang pemain dan sutradara teater. Ia mendirikan sebuah wadah perkumpulan seni drama dan teater bernama Teater Koma pada tahun 1977 dan masih tetap bertahan (eksis) hingga saat ini. Kepekaannya terhadap gejala-gejla yang ada di masyarakat membuat Nano sering sekali menggarap cerita kemasyarakatan dengan memotret kehidupan nyata dan menuangkannya dalam bentuk sebuah naskah drama. Tentunya dengan memperhatikan aspek kesesuaian antara apa yang ditulisnya dengan realita yang ada dan juga kesesuian naskahnya dengan siapa yang akan menikmatinya nanti.
Naskah drama karangan Nano juga ada yang mengandung unsur kritik sosial yang bersifat membangun, bukan untuk menjerumuskan sehingga aman untuk dinikmati. Nano tidak lupa memasukkan unsur pesan moral dalam setiap naskah dramanya termasuk Jam Dinding yang Berdetak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap orang pastinya selalu menginginkan sesuatu yang bermutu untuk dapat dinikmati, termasuk dalam menikmati sebuah karya sastra berupa naskah drama. Unsur-unsur dalam drama seperti tema, alur cerita, naskah, bahasa, perwatakan tokoh, kandungan pesan moral dan sebagainya menjadi tolak ukur yang menjadi penilaian baik buruknya naskah drama tersebut. Satu hal yang yang paling dan berada di balik semua itu adalah peran pengarang. Suatu karya berkualitas biasanya lahir dari seorang pengarang berkualitas pula. Ia memikirkan betul bagaimana cara membuat agar karyanya memiliki kualitas dengan memperhatikan rancangan, kesesuaian, ketahanan, keamanan dan manfaat apa yang dapat ia berikan.
Penulisan naskah drama memiliki tingkat kesulitan sendiri yang membedakannya dengan genre sastra lain seperti puisi atau pun prosa. Dalam menulis naskah drama, pengarang harus memikirkan kemungkinan pementasannya. Kecuali apabila tujuan drama tersebut dibuat hanya sebagai karya sastra yang tidak untuk dipentaskan atau yang sering disebut dengan closet drama.
Dapat menyuduhkan sebuah karya yang bermutu merupakan kepuasan dan kebanggaan sendiri bagi pengarangnya. Namun yang terpenting dari sebuah karya drama bermutu adalah karya itu dapat menyampaikan pesan pengarang dan memberi manfaat bagi penikmatnya.
3.2 Saran
Semakin menjamurnya kelompok-kelompok teater di Indonesia, perkembangan mengenai penulisan naskah drama pun kian marak. Namun, kualitas atau standar mutunya masih patut dipertanyakan. Ini lah saatnya kita sebagai generasi muda untuk terus berjuang turut menyajikan sebuah karya bermutu dan belajar dari karya orang-orang yang sudah memiliki nama seperti Nano Riantiarno, Putu Wijaya, Arifin C. Noer dan masih banyak lagi nama lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Wiyanto, Asul. 2007. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo.
Keraf, Gorys. 2008. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tim Balai Pustaka, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Riantiarno, Nano. 2011. Kitab Teater. Jakarta: Grasindo.
Edraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama. Yogyakarta: CAPS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar