Klik link di bawah ini untuk mengunduh materi
http://www.4shared.com/file/VjOvsmir/KOHERENSI_DAN_KOHESI.html
Sabtu, 23 Maret 2013
MEMAHAMI SEJARAH PERKAMUSAN INDONESIA, BENTUK, JENIS, FUNGSI, PENGGUNAAN DAN KEDALA PENGEMBANGANNYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kekayaan khazanah kosakata yang
idealnya mempunyai jumlah kata seiring berjalannya waktu emakin tidak terbatas.
Ketidakterbatasan merupakan akibat dari entri kamus yang selalu berkembang dan
sangat dinamis. Istilah kamus besar yang menjadi judul kamus bahasa Indonesia
ini bukan semata-mata menyiratkan ukuran atau bobot fisiknya, melainkan lebih
mempunyai makna yang bersangkutan dengan banyaknya informasi yang terkandung di
penggalian ilmu pengetahuan, teknologi, seni, serta peradaban Indonesia. Bukan
persoalan mudah bila kekayaan suatu bahasa sampai pada waktu tertentu yang
disusun dalam lema lengkap dengan segala nuansa maknanya. Nuansa makna
diuraikan dalam bentuk definisi, deskripsi, contoh, sinonim, atau parafrasa.
Sejarah
bahasa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari studi linguistik di Indonesia. Di
Indonesia, studi linguistik mulai mendapat perhatian pada tahun 1960-an yang
ditandai dengan kegiatan yang intensif terhadap studi deskriptif dan studi
teoretis. Akan tetapi, pada masa itu studi historis kurang mendapat perhatian.
Karya-karya linguistik sebagaian besar adalah karya deskriptif, seperti tata
bahasa, semantik, sosiolinguistik, dialektologi, dan sebagainya.
Sejarah
kajian bahasa Indonesia berusaha memahami perkembangan konsep tentang bahasa
atau konsep tentang aspek-aspek linguistik sebagaimana dipaparkan dalam
karya-karya para peneliti linguistik. Sejarah kajian bahasa membantu memahami
apakah karya seseorang itu sesuatu yang baru sama sekali atau penerusan saja
dari tradisi yang pernah ada. Sejarah kajian dibagi ke dalam beberapa subkajian
yang salah satunya adalah kajian sejarah perkamusan Indonesia.
Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan sejarah
perkamusan di Indonesia. Selain itu, penulis juga akan memaparkan berbagai
bentuk dan jenis, fungsi dan penggunaannya, serta kendala-kendala yang ada pada
pengebangan kamus di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah di antaranya sebagai berikut.
1. Bagaimanakah sejarah perkamusan
di Indonesia?
2. Apa saja bentuk dan
jenis-jenis kamus?
3.Apa fungsi dan penggunaan kamus?
4. Apa saja kendala pengembangan
kamus di Indonesia?
1.3. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut.
1. Mengetahui sejarah perkamusan
di Indonesia.
2. Mengetahui bentuk dan
jenis-jenis kamus.
3. Mengetahui fungsi dan penggunaan
kamus.
4. Mengetahui kendala
pengembangan kamus di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkamusan di Indonesia
Menurut Ismail
(2012: 1),
karya leksikografi tertua dalam sejarah studi bahasa di Indonesia adalah daftar
kata Tionghoa-Melayu pada awal abad ke-15. Daftar ini berisi 500 lema. Ada pula daftar
kata Italia-Melayu yang disusun oleh Pigafetta pada tahun 1522. Kamus antarbahasa
tertua dalam sejarah bahasa Melayu adalah Spraeck ende woord-boek,
Inde Malaysche ende Madagaskarsche Talen met vele Arabische ende Turcsche
Woordenkarya Frederick de Houtman yang diterbitkan pada tahun 1603.
Kamus bahasa Jawa tertua adalah Lexicon Javanum (1706) yang
sekarang tersimpan di Vatikan. Kamus Bahasa Sunda baru ditulis oleh A. de
Wilde tahun 1841, dengan judul Nederduitsch-Maleisch en Soendasch
Woordenboek. Kamus-kamus yang ditulis oleh para ahli bahasa asing tersebut
biasanya terbatas pada kamus dwibahasa (bahasa asing-bahasa di Indonesia
ataupun sebaliknya).
Kamus ekabahasa
pertama di Indonesia merupakan kamus bahasa Melayu yang ditulis oleh Raja Ali Haji, berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa,
yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama.
Kamus ini terbit pada abad ke-19. Kitab Pengetahuan Bahasa sebenarnya
bukan kamus murni namun merupakan kamus ensiklopedia untuk keperluan pelajar.
Pada tahun 1930 terbit
kamus Bahasa Jawa Baoesastra
Djawa karangan W.J.S Poerwadarminta, C.S. Hardjasoedarma, dan J.C.
Poedjasoedira. Boesastra Djawa merupakan kamus
ekabahasa, seperti juga Kamoes Bahasa Soenda (1948) karangan R.
Satjadibrata.
Setelah kemerdekaan
penerbitan kamus di Indonesia menjadi lebih merebak.Pusat Bahasa merupakan penerbit utama kamus Bahasa
Indonesia berukuran besar. Selain itu Pusat Bahasa turut pula menerbitkan
puluhan kamus bahasa daerah.
Kamus besar terbitan
Pusat Bahasa pertama adalah Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952) yang diselenggarakan
oleh W.J.S. Poerwadarminta. Edisi kelima terbit
pada tahun 1976. Kemudian pada tahun 1988 terbit Kamus
Besar Bahasa Indonesia yang dimaksudkan sebagai kamus baku untuk
bahasa Indonesia. Kamus ini merupakan hasil karya tim, dengan pemimpin redaksi
Sri Sukesi Adiwimarta dan Adi Sunaryo, dan penyelia Anton M. Moeliono. Edisi
ketiga Kamus Besar Bahasa Indonesia diterbitkan pada
tahun 2002. Kamus edisi ketiga ini memuat sekitar 78.000 lema.
Selain Pusat Bahasa
berbagai pihak lain turut pula menyelenggarakan kamus bahasa Indonesia. Kamus
besar Bahasa Indonesia yang patut disebut di sini adalahKamus Indonesia oleh
E. St. Harahap (cetakan ke-9, 1951), Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1951), oleh Hassan Noel Arifin, Kamus Modern
Bahasa Indonesia (1954) oleh Sutan Muhammad Zain.
2.2 Bentuk dan Jenis Kamus
2.2.1 Berdasarkan Penggunaan Bahasa
1. Kamus
Ekabahasa
Kamus
ini hanya menggunakan satu bahasa. Kata-kata(entri) yang dijelaskan dan
penjelasannya adalah terdiri daripada bahasa yang sama. Kamus ini mempunyai
perbedaan yang jelas dengan kamus dwibahasa kerana penyusunan dibuat berasaskan
pembuktian data korpus.
Ini bermaksud definisi makna ke atas kata-kata adalah berdasarkan makna yang
diberikan dalam contoh kalimat yang mengandung kata-kata berhubungan. Contoh
bagi kamus ekabahasa ialah Kamus Besar
Bahasa Indonesia (di Indonesia) dan Kamus Dewan
di (Malaysia).
2. Kamus
Dwibahasa
Kamus
ini menggunakan dua bahasa, yakni kata masukan daripada bahasa yang dikamuskan
diberi padanan atau pemerian takrifnya dengan menggunakan bahasa yang lain.
Contohnya: Kamus Inggris-Indonesia, Kamus Dwibahasa Oxford Fajar
(Inggris-Melayu;Melayu-Inggris)
3.
Kamus
Aneka Bahasa
Kamus
ini sekurang-kurangnya menggunakan tiga bahasa atau lebih. Misalnya, kata
Bahasa Melayu Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin secara serentak. Contoh bagi
kamus aneka bahasa ialah Kamus Melayu-Cina-Inggris Pelangi susunan Yuen
Boon Chan pada tahun 2004
2.2.2 Berdasarkan Isi
Berdasarkan isinya kamus dibedakan sebagai berikut.
1. Kamus lafal, adalah kamus berisi
lema-lema yang disusun dari a sampai z, disertai dengan petunjuk cara
mengucapkan lema-lema tersebut dan tidak ada keterangan lain.
2. Kamus ejaan adalah kamus yang
mendaftarkan lema dengan ejaan yang benar, sesuai dengan pedoman ejaan, serta
pemenggalan kata atas suku katanya.
3. Kamus sinonim adalah kamus yang
penjelasan makna lemanya hanya berupa sinonim (persaaman kata) dari kata-kata
tersebut, baik dalam bentuk sebuah kata maupun dalam bentuk gabungan kata.
4. Kamus antonim, adalah kamus yang penjelasan lemanya
dalam bentuk kata yang merupakan kebalikanya, lawanya, atau kontrasnya.
5. Kamus homonim, adalah kamus yang mendaftar
bentuk-bentuk yang berhomonim beserta dengan makna atau penjelasan konsepnya.
6. Kamus ungkapan atau idiom,
adalah kamus yang memuat satuan-satuan bahasa berupa kata atau gabungan kata
yang maknaya tidak dapat di prediksi dari unsur-unsur pembentuknya, baik secara
leksikal maupun gramatikal.
7. Kamus singkatan atau akronim, adalah kamus yang
hanya memuat singkatan kata dan akronim yang ada dalam satu bahasa.
8. Kamus etimologi, adalah kamus yang
penjelasan lemanya bukan mengenai makna, melainkan mengenai asal usul kata itu,
serta perubahan-perubahan bentuknya.
9. Kamus istilah, adalah kamus
yang hanya memuat kata-kata atau gabungan kata yang menjadi istilah dalam suatu
bidang ilmu atai kegiatan tertentu.
2.2.3
Berdasarkan Ukuran
Berdasarkan ukurannya, kamus tergantung pada
tebal-tipisnya.
Tebal tipisnya tentu berkaitan tentu berkaitan dengan banyaknya lema yang
disajikan dan banyak sedikitnya informasi yang diberikan (Chaer, 2007:198).
Maka berdasarkan ukuranya dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Kamus Besar, adalah
kamus yang memuat semua kosa kata termasuk gabungan kata, idiom, ungkapan,
pribahasa, akronim, singkatan, dan semua bentuk gramatika dari bahasa tersebut,
baik yang masih digunakan maupun yang sudah arkais (tidak digunakan lagi atau
tua). Merupakan dokumentasi kebahasaan yang paling lengkap dan dapat dijadikan
acuan untuk menyusun kmus-kamus lain yang sifatnya terbatas, baik terbatas
lemanya maupun terbatas penjelasanya.
2. Kamus Terbatas, adalah
kamus besar semua kata yang ada dalam suatu bahasa didaftarkan sebagai lema,
maka dalam kamus terbatas ini jumlah kata yang dimasukkan sebagai lema dibatasi, begitu juga
dengan makna dan keterangan-keterangan lain dibatasi. kamus terbatas ini di kelompokkan sebagai berikut :
a. Kamus
Saku, atau juga disebut dengan kamus kantong karena ukurannya yang kecil dan
tidak tebal sehinga dapat dimasukan kedalam saku baju. Kata-kata yang
didaftarkan sebagi lema hanyalah kata-kata dasar
(basic vocabulary) dari bahasa yang
dikamuskan, begitu juga dengan penjelasannya hanya berupa padanan atau sinonom
dari kata tersebut.
b. Kamus
Pelajar, merupakan kamus terbatas yang jumlah lemanya ditentukan oleh tingkat
pendidikan dimana kamus itu digunakan.
2.3 Fungsi dan Penggunaan Kamus
Kamus merupakan
hasil akhir dari kerja leksikografi adalah menghimpun semua kosakata yang ada
dalam suatu bahasa. Karena kosakata merupakan wadah penghimpunan konsep budaya
maka kamus berfungsi menampung konsep-konsep budaya dari masyarakat atau bangsa
penutur bahasa tersebut. Hal tersebut juga sejalan dengan Ismail (dalam Birin,
2012) bahwa fungsi utama kamus adalah sebagai media penghimpun konsep-konsep
budaya. Selain itu, kamus juga berfungsi praktis, seperti sarana mengetahui
makna kata, sarana mengetahui lafal dan ejaan sebuah kata, sarana untuk
mengetahui asal-usul kata, dan sarana untuk mengetahui berbagai informasi
mengenai kata lainnya.
Fungsi dan penggunaan praktis dari
kamus yaitu :
a)
Makna Kata, pada umumnya orang membuka kamus untuk
mengetahui makna atau arti sebuah kata yang belum diketahuinya atau yang masih
meragukannya.
b)
Lafal Kata, menjelaskan lafal atau ucapan sebuah kata
yang baku dan yang tidak baku.
c)
Ejaan kata, member petunjuk bagaimana ejaan yang benar
dari setiap kata.
d)
Penyukuan kata, mengetahui cara pemenggalan sebuah
kata atau suku kata
e)
Kebakuan kata, mengetahui penggunaan kata baku dan
kata tidak baku.
f)
Informasi lain-lain, member informasi mengenai kata,
asal-usul kata, kategori gramatikal kata, bidang pemakaian kata dan pilihan
penggunaan kata.
g)
Sumber istilah, untuk mencari istilah-istilah penting
ketika seseorang akan membuat suatu konsep dalam suatu bidang keilmuan.
Penggunaan kamus
menurut Widiyatmaka (2013) antara lain:
a) Sebagai
alat rujukan langsung.
b) Sebagai standar pembakuan bahasa.
c) Sebagai
sarana untuk pengkajian bahasa.
2.4 Kendala-kendala Pengembangan
Kamus di Indonesia
Pengembangan
kamus berkaitan erat dengan pembuatan dan penyusunannya. Namun, dalam
penyusunan kamus sendiri terdapat masalah-masalah yang menjadi kendala atau
kesulitan bagi pengembangan kamus khususnya di Indonesia. Berikut Chaer (2007:
212-231) menguraikan hal-hal yang menjadi masalah atau kendala dalam penyusunan
maupun pengembangan kamus di Indonesia.
2.4.1
Tujuan Kamus
Sebuah kamus disusun bukan asal disusun
saja, melainkan ada tujuannya. Tujuan itu menyangkut masalah kamus itu ditujukan kepada siapa dan
seberapa besar ruang lingkupnya. Kalau kamus itu ditujukan kepada pemilik
bahasa itu sendiri, maka kamus yang disusun adalah kamus ekabahasa. Kalau kamus
itu ditujukan untuk orang yang bukan pemilik bahasa itu, maka yang harus
disusun ialah kamus dwibahasa. Pembedaan kedua sasaran ini akan member pengaruh
terhadap cara menyusun definisi atau makna untuk lema-lema yang didaftar.
Definisi ekabahasa tidak cukup hanya berupa defnisi sinonimi; sedangkan pada
kamus dwibahawa definisi sinonimi itu sudah memadai, klau memang ada padanan
kata dari kedua bahasa itu.
Jika dikaitkan dengan pengembangan kamus
di Indonesia, dimana bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berasal dari bahasa
melayu, maka kendala yang muncul ialah ketika dibuatnya sebuah proyek
penyusunan kamus dwibahasa Inggris-Melayu oleh Universitas Negeri Australia.
Mereka merumuskan bahwa kamus yang mereka kerjakan ini memiliki sasaran pembaca
orang-orang yang belum mengenal bahasa Melayu. Pada awalnya yang dimakksud
dengan bahasa Melayu di sini adalah bahasa Melayu Malaysia. Namun, kemudian
tujuan itu dirasakan terlelu sempit, mengingat besarnya pengaruh bahasa
Indonesia; apalagi sejak tahu 1972, ejaan Malaysia dan Indonesia adalah sama.
Oleeh karena itu, tujuan diubah lagi menjadi meliputi bahasa Indonesia dan
bahasa Malaysia.
Kesulitan lain muncul, yaitu bagaimana
membedakan atau menandai mana kata khas Malaysia, mana kata khas Indonesia, dan
mana kata-kata yang terdapat di kedua bahasa itu. Nama kamus juga menjadi
masalah, kalau diberi nama Kamus Inggris-Malaysia, maka bahasa Indonesia
menjadi tidak termasuk, kalau diberi nama Kamus Inggris-Malaysia-Indonesia,
maka seolah-olah menjadi kamus tiga bahasa,
dan kalau diberi nama Kamus Inggris-Melayu, juga menjadi tidak tepat sebab
secara politis bahasa Melayu hanyalah cikal bakal baik bahasa Malaysia mapupun
bahasa Indonesia.
2.4.2
Korpus Data
Apabila tujuan kamus telah ditentukan,
masalah kedua yang akan muncul adalah korpus data atau sumber yang akan
digunakan untuk mengumpulkan data. Korpus data menyangkut masalah substansi,
masalah sumber, bahasa sasaran dan ruang lingup kamus yang akan dibuat. Jika
sumbernya belum memiliki ragam bahasa tulis, maka satu-satunya jalan untuk
mendapatkan korpus data itu adalah dengan merekam bahasa tersebut dari
petuturan yang dilakukan oleh para penutur bahasa itu. Cara ini tentunya cukup
menjadi kendala jika kamus yang dibuat adalah kamus bahasa daerah yang belum
memiliki ragam bahasa tulisan.
2.4.3
Pengumpulan Data
Setelah masalah korpus data teratasi,
masalah berikutnya ialah mengeni pengumpulan data. Misal saja yang akan disusun
adalah kamus ekabahasa bahasa Indonesia. Maka data yang akan dikumpulkan bias
berupa kata dasar (kata yang belum mengalami proses morfologi), kata berimbuhn
(prefiks, infiks, sufiks maupun konfiks), kata berulang (utuh, berubah bunyi,
berimbuhan progresif, regresif, dan sebagainya), kata gabung, bentuk-bentuk
idiomatik, ungkapan dan peribahasa.
Masalah lain dari pengumpulan data ini
adalah adanya bentuk-bentuk berkenaan dengan variasi ucapan dan perbedaan
ejaan.Adanya kata-kata yang khas digunakan dalam dialek sosial maupun dialek
areal juga menjadi permasalahan. Apakah semuanya ini didaftarkn juga atau tidak
inilah yang menjadi masalah yang menjadi pertimbangan. Bahasa-bahasa yang
penggunaannya cukup luas, biasanya memiliki sejumlah dialek areal atau
subdialek areal. Maka, jika bahasa tersebut dibuatkan kamus, hendaklah dipilih
salah satu dari dialek-dialek areal yang ada itu. Sebaiknya yang dipilih adalah
dialek yang dominan.
2.4.4
Susunan Lema dan Sublema
Data yang dikumpulkan dari korpus akan
menjadi lema dan sublema dalam kamus yang akan disusun. Lema (entri) dalam
bahasa Indonesia berup morfem dasar, baik yang bebas maupun terikat. Sedang
sublema (subentri) berupa bentuk turunan yang berimbuhan, berulang maupun yang
berkomposisi. Masalah-masalah yang bisa muncul dalam penyusunan lema dan
sublema untuk kamus ekabahasa bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
2.4.4.1
Bentuk Dasar Terikat
Bentuk dasar terikat merupakan bentuk
dasar yang tidak pernah digunakan dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu diberi
proses morfologi seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Misalnya seperti
kata abai, henti, juang, geletak dan
lain sebagainya. Masalahnya adalah dimana lema seperti ini diletakkan. Maka,
seperti yang ada pada Kamus Besar Bahasa Indonesia bentuk-betuk seperti ini
tetap didaftarkan, namun tidak diberi makna karena memang tidak digunakan dalam
pertuturan. Agar mudah, maka lema seperti ini tetap dimuat dengan mengikutkan
sublemanya seperti contoh berikut.
abai, mengabaikan …………………………..
henti, berhenti…...…………………………...
meghentikan………………………….
juang, berjuang……………………………….
memperjuangkan…………………….
2.4.4.2 Urutan Sublema
Prinsip dasar penyusunan lema dan
sublema adalah berdasarkan abjad. Maka sesudah lema yang berupa kata dasar akan
diikuti oleh sublema yang berupa bentuk berimbuhan. Di dalam bahasa Indonesia,
kemungkinan bentuk berimbuhan ini banyak sekali, meskipun sebuah bentuk
(morfem) dasar tidak memiliki semua kmungkinan bentuk berimbuhan itu. Jadi, kan
begitu rumitlah penyusunan sebuah kamus jika memperhatikan sublema yang begitu
banyak.
Andaikata sebuah bentuk (morfem) dasar
mempunyai semua kemungkinan bentuk berimbuhan (dalam kenyataanhingga kini belum
ditentukan), maka secara alfabetis, dengan mengesmpingkan dulu kata ulang dan
komposisi, baik yang murni maupun yang berimbuhan, haruslah disusun sebagai
berikut (D’ = morfem dasar, bak terikat maupun tidak).
D.
D-n
D-i
D-nya
ber-D
ber-D-kan
diper-D-kan
ke-D
ke-D-an
keber-D-an
keter-D-an
me-D
me-D-kan
me-D-i
me-D-kan
member-D-kan
memper-D
memper-D-i
memper-D-kan
peN-D
peN-D-an
pember-D-an
pemer-D-an
per-D
per-D-an
per-D-i
per-D-kan
se-D
se-D-nya
se-D-an
seber-D
seper-D
seper-D-an
ter-D
ter-D-i
ter-D-kan
2.4.4.3
Kata Berimbuhan Bertahap
Bentuk dasar proses afiksasi bukan hanya
berbentuk morfem dasar saja, tetapi banyak pula yang berasal dari turunan,
artinya telah mengalami proses morfologi yang lain. Misalnya kata memberlakukan benuk dasar katanya adalah
berlaku (yang berasal dari akar laku yang diberi prefix ber-).
Masalahnya ialah menempatkan kata memberlakukan,
di bawah laku atau berlaku. Penempatan sublema ini akan
lebih bermasalah lagi jika bentuk dasar sebuah kata berafiks adalah gabungan
kata yang memiliki sejulah turunan. Misalnya kata tanda tangan, menandatangani, dan penandatanganan.
2.4.4.4
Tempat Kata Ulang
Dalam bahasa Indonesia ada tiga macam
kata ulang, yaitu kata ulang utuh, kata ulang sebagian dan kata ulang berubah
bunyi. Kendala dalam penyusunan kamus ialah peletakan lema kata ulang misalnya berlari-lari, apakah diletakkan di
bawah berlari atau di bawah lari-lari.
2.4.4.5
Tempat Gabungan Kata
Di dalam bahasa Indonesia, penggabungan
kata merupakan proses yang sangat produktif. Proses ini dilakukan untuk
mewadahi suatu konsep yang belum ada kosakatanya secara morfofonemis.
Permasalahannya terletak pada di manakah gabungan kata ini harus diletakkan,
sebagai lema tersendiri, sebagai sublema atau sebgai apa?
Umpamanya ada deretan kata air, berair, mengair, mengairi,…..dan
seterusnya. Kemudian ada gabungan kata misalnya cacar air, jambu air, mata air dan lain sebagainya yang diletakkan
di bawah lema air karena mengandung
morfem air. Namun bukankah cacar air misalnya juga dapat diletakkan
di bawah lema cacar karena mengandung morfem cacar. Jika ia maka
penempatan gabungan kata cacar air akan
berada di dua tempat sehingga tida efisien atau mubazir.
2.4.5
Masalah Makna
Tujuan orang membuka kamus adalah untuk
mengetahui makna kata. Namun, sering kali makna yang diterangkan dalam kamus
malah menambah bingung. Masalah yang timbul dari pemberian makna ini antara
lainsebagai berikut.
a) Tidak
adanya patokan kejelasan mengenai pemberian makna atau definisi dari sebuah
kata.
b) Sukar
memberi makna untuk kata kerja.
c) Banyak
kata yang maknanya di satu tempat tidak sama dengan di tempat lain.
d) Banyak
kata yang maknanya telah berubah, bai total, meluas, maupun menyempit.
2.4.6
Label-label Informasi
Sebagai bagian dari penjelasan makna kata,
maka pada setiap lema utama perlu diberi keterangan dalam bentuk singkatan yang
berkenaan dengan kelas kata, asal-usul kata, bidang pemakai dan kata-kata
arkais atau kata-kata yang kini tidak digunakan lagi dalam pertuturan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sejarah
leksikografi di Indonesia dimulai dengan adanya catatan kosakata yang kurang
lebih berjumlah 500 buah lema, Daftar Kata Cina Melayu, yang ditulis pada awal
abad ke-15. Selanjutnya, pada tahun 1522, seorang pakar bahasa yang mengikuti
pelayaran Magelheans mengelilingi dunia bernama Pigafetta menulis Daftar Kata
Italia Melayu.
Fungsi kamus
adalah membantu seseorang dalam mengetahui makna. Kendala-kendala penyusunan
kamus antara lain tujuan kamus, korpus data, pengumpulan data, lema dan
sublema, masalah makna, dan label-label informasi. Kamus memiliki
jenis-jenisnya berdasarkan bahasa sasarannya yakni kamus ekabahasa, kamus
dwibahasa dan kamus aneka bahasa. Berdasarkan ukurannya kamus terbagi atas kamus
besar dan kamus terbatas. Kamus terbatas terdiri dari kamus saku dab kamus
pelajar. Berdasarkan isinya terdiri dari kamus Lafal, kamus ejaan, kamus
sinonim, kamus antonim, kamus homonim, kamus ungkapan/akronim, kamus etimologi,
dan kamus istilah.
3.2. Saran
Berdasarkan
makalah yang kami buat, diharapkan para pembaca dapat mengetahui dan memahami
sejarah perkamusan di Indonesia,bentuk dan jenis kamus, fungsi kamus serta
kendala-kendala dalam pengembangan kamus di Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN
Birin. 2012. “Perkamusan di
Indonesia”. (Online) http://asasin-casas.blogspot.com/p/pendidikan.html.
Diakses 16 Maret 2013.
Chaer,
Abdul. 2007. Leksikologi dan Leksikografi
Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ismail, F.A. 2012. “ Sejarah Perkamusan di
Indonesia”. (Online) http://fitriaapriliaismail.blogspot.com/2011/10/sejarah-perkamusan-di-indonesia.html
. Diakses tanggal 18 Maret 2013
Widiyatmaka,
Fredi. 2013. “Kamus dan Ensiklopedi”. (Online) http://plediepedhed.wordpress.com/2013/01/06/kamus-dan-ensiklopedi/. Diakses 17
Maret 2013.
Langganan:
Postingan (Atom)